PERKEMBANGAN INTELEK
Mengembangkan
kemampuan intelek atau kognitif merupakan bagian tujuan pendidikan di Indonesia
untuk mencerdaskan bangsa konsep perkembangan intelek menjadi masukan penting
mengembangkan sistem pendidikan dan pengajaran. Pada pembagian ini. Anda akan
mempelajari aspek perkembangan intelek yang
meliputi pembahasan mengenai pengertian dan klasifikasi intelegensi, struktur
pengetahuan, dan tahap perkembangan kognitif, serta faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan intelek peserta didik usia SD/MI.
A. Pengertian
dan Klasifikasi Intelegensi
Intelek
adalah kemampuan jiwa atau fsikis yang relatif menetap dalam proses berpikir
untuk membuat hubungan tanggapan, serta kemampuan memahami, menganalisis,
mensintesiskan, dan mengevaluasi. Intelektual berfungsi dalam pembentukan
konsep yang dilakukan melalui penginderaan pengamatan, tanggapan, ingatan, dan
berpikir.
Konsep
yang mendasari pengertian merupakan kemampuan untuk merangkap sifat, atau
keterangan mengenai sesuatu dan mempunyai gambaran yang jelas dan lengkap
tentang hal tersebut (Hurlock. 1990). Pengertian didasarkan pada konsep yang
terbentuk melalui penginderaan. Konsep bukan kesan penginderaan secara langsung
melainkan dapat merupakan penggabungan atau perpaduan berbagai hal yang
disatukan dengan berbagai unsur, berbagai objek, dan situasi, sehingga situasi
yang dihadapi maupun sifat benda. Konsep juga kadang mempunyai sifat efektif
yaitu bobot emosional yang menjadi bagian dari konsep tersebut dan membentuk
perasaan dan sikap seseorang terhadap orang, benda, atau situasi yang
dikembangkan dengan konsep tersebut dan dikembangkan dengan konsep tersebut. Jadi,
konsep merupakan hal yang penting karena menentukan apa yang diketahui dan
diyakini seseorang dan yang akan dilakukan seseorang.
B. Struktur
Pengetahuan dan Tahap Perkembangan Kognitif
Istilah
“kognitif” mulai dikemukakan pada awal tahun 60-an ketika teori Piaget ditulis
dan dibicarakan. Pengertian kognitif meliputi aspek struktur intelek yang
dipergunakan untuk mengetahui sesuatu, dan di dalamnya terdapat aspek persepsi,
ingatan, pikiran, simbol, penalaran dan pecahan persoalan. Perkembangan
kognitif merupakan proses dan hasil interaksi dinamis individu dengan
lingkungannya. Ketika bekerja di laboratorium Binet-Simon yang menyelenggarakan
tes intelegensi. Piaget tertarik pada jawaban-jawaban salah yang diberikan
anak-anak “lebih mudah usianya. Piaget menyadari adanya jawaban yang selalu
menetap dan khusus diperlihatkan berdasarkan hasil cara berpikir anak yang
berbeda dengan orang dewasa. Sejak itu ia tertarik dan menghabiskan waktu cukup
lama untuk mempelajari cara berpikir anak, sampai akhirnya menemukan teori
perkembangan kognitif.
Kedua
proses asimilasi dan akomodasi terjadi bersama dan saling melengkapi
(komplementer) dalam pembentukan struktur pengetahuan seseorang semakin
berkembang struktur pengetahuan seseorang lebih banyak terjadi pada semua penghadapan
perkembangan kognitif ditemukan adanya hukum atau pola yang berlaku dalam tahapan perkembangan
kognitif.
Piaget
membagi tahap perkembangan kognitif ke alam empat tahap, yaitu tahap
sensorimotor, tahap pra-operasional, tahap konkrit operasional, dan tahap
formal operasional
Ø
Tahap
I, sensorimotor (0-2) tahun), pada tahap ini anak menggunakan penginderaan dan
aktivitas motorik untuk mengenal lingkungannya. Diawali dengan modifikasi
refleks yang semakin lebih efisien dan terarah. Dilanjutkan dengan reaksi
pengulangan gerakan yang menarik pada tubuhnya dan keadaan beberapa skema untuk
memperoleh sesuatu, reaksi pengulangan untuk memperoleh hal-hal yang baru serta
permulaan berpikir dengan adanya ketetapan objek. Pada masa sensorimotor,
berkembang pengertian bahwa dirinya terpisah dan berada dengan lingkungannya.
Anak berusaha mengkoordinasikan indera dan gerak motorik. Jadi perkembangan
skema kognitif anak dilakukan melalui gerak refleks. Motorik dan aktivitas
indera. Selanjutnya anak juga mulai mampu mempersepsi ketetapan objek.
Ø
Tahap
2, Pra-Operasional (2-7 tahun). Pada fase ini akan belajar mengenal lingkungan
dengan menggunakan simbol bahasa. Peniruan, dan permainan. Anak belajar melalui
permainan dalam menyusun benda menurut urutannya dan mengelompokkan sesuatu.
Jadi, pada masa pra-operasional anak mulai menggunakan bahasa dan pemikiran
simbolik. Mereka mulai mengerti adanya hubungan sebab-akibat meskipun logika
hubungannya belum tepat, mampu mengelompokkan sesuatu serta perbuatan
rasionalnya belum didukung oleh pemikiran tetapi oleh perasaan.
Ø
Tahap
3. Konkrit Operasional. (1-7 tahun). Pada masa ini anak sudah bisa melakukan
berbagai macam tugas mengkoservasi angka melalui tiga macam proses operasi,
yaitu:
-
Negasi
sebagai kemampuan anak dalam mengerti proses yang terjadi di antara kegiatan
dan memahami hubungan antara keduanya.
-
Resipokasi
sebagai kemampuan untuk melihat hubungan timbal balik, serta
-
Identitas
dalam mengenali benda-benda yang ada
Dengan demikian. Pada
tahap ini anak sudah mampu berpikir konkrit dalam memahami sesuatu sebagaimana
kenyataannya, mampu mengkoservasi angka. Serta memahami konsep melalui
pengalaman sendiri dan lebih objektif.
Ø
Tahap
4. Formal operasional (11 tahun – dewasa). Pada fase ini anak sudah dapat
berpikir abstrak, hipotesis, dan sistematis mengenai sesuatu yang abstrak dan
memikirkan hal-hal yang akan dan mungkin terjadi. Jadi, pada tahap ini anak
sudah mampu meninjau masalah dari berbagai sudut pandang dan mempertimbangkan
alternatif/kemungkinan dalam memecahkan masalah, bernalar berdasarkan hipotesis,
menggabungkan sejumlah informasi secara sistematis, menggunakan rasio dan
logika dalam abastraksi, memahami arti simbolik, dan membuat perikraan di masa
depan.
C. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Intelek
Peserta
didik usia SD/MI senantiasa dihadapkan pada berbagai pengalaman di dalam dan di
luar rumah atau sekolah dalam kehidupan sehari-harinya. Anak-anak dengan usia
dan tingkat perkembangan kognitif yang sama dan melihat objek yang sama dapat
memiliki persepsi yang berbeda-beda tentang objek tersebut.
Ada
beberapa faktor yang turut menentukan dan mempengaruhi perkembangan intelek
(dalam hal ini pembentukan pengertian dan konsep) anak. Diantaranya sebagai
berikut;
- Kondisi organ penginderaan sebagai saluran yang dilalui kesan indera dalam perjalanannya ke otak (kesadaran). Misalnya konsep benda yang ditangkap atau di persepsi anak yang buta warna akan berbeda dengan yang punya penglihatan norma:
- Intelegensi atau tingkat kecerdasan mempengaruhi kemampuan akan untuk mengerti atau memahami sesuatu.
- Kesempatan belajar yang diperoleh sesuatu.
- Tipe pengalaman yang didapat anak secara langsung akan berbeda jika anak mendapat pengalaman secara tidak langsung dari orang lain atau informasi dalam buku,
- Jenis kelamin, karena pembentukan konsep anak laki-laki atau perempuan sejak kecil telah dilatih dengan cara yang dianggap sesuai dengan jenis kelaminnya
- Kepribadian akan dalam memandang kehidupan dan menggunakan sesuatu kerangka acuan berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan berdasarkan pada penyesuaian diri dan cara pandang anak terhadap dirinya sendiri (konsepsi diri)
Beberapa
konsep umum pada anak adalah konsep mengenai kehidupan dan kematian, konsep
kualitas atau hubungan sebab-akibat, konsep ruang, konsep bilangan, konsep
waktu, konsep nilai uang, konsep keindahan dan kecantikan, konsep lucu gembira
dan senang, konsep moral (baik/buruk atau benar/salah). Konsep diri, serta
konsep sosial termasuk teman dan kelas sosial.
Dalam
perkembangan intelek, dapat juga terjadi kendala dan bahaya seperti berikut ini
yang mempengaruhi perkembangan anak secara keseluruhan.
1.
Kelambanan
perkembangan otak yang dapat mempengaruhi kemampuan bermain dan belajar di
sekolah serta penyesuaian diri dan sosial anak. Terjadinya kelambanan biasanya
disebabkan oleh tingkat kecerdasan di bawah normal dan kurangnya mendapat
kesempatan pengalaman.
2.
Konsep
yang keliru dan salah disebabkan oleh informasi yang salah, pengalaman
terbatas, mudah percaya, penalaran keliru, dan imajinasi yang sangat berperan,
pemikiran tidak realistis, serta salah menafsirkan arti.
3.
Kesulitan
dalam membenarkan konsep yang salah dan tidak realistik. Hal ini biasanya
berkenaan dengan konsep diri dan sosial, yang kadang mengakibatkan kebingungan
pada anak sehingga menghambat penyesuaian diri dan sosial anak.
PERKEMBANGAN
BAHASA
Bahasa merupakan
media komunikasi yang digunakan untuk mengungkapkan pesan dengan menggunakan
simbol-simbol bahasa yang disepakati bersama dengan mempelajari perkembangan
bahasa anak. Anda diharapkan dapat berkomunikasi dengan peserta didik secara
efektif, serta memahami aspek perkembangan anak mengenai apa yang dirasakan dan
diinginkan mereka melalui pengungkapannya melalui media bahasa.
A. Pengertian,
Fungsi, dan Keterampilan Berbahasa
Menurut
para ahli, bahasa merupakan media berkomunikasi yang digunakan anak menyampaikan pesan (pendapat,
perasaan, dan lain-lain) dengan menggunakan simbol-simbol yang disepakati
bersama, kemudian kata dirangkai berdasarkan urutan pembentuk kalimat yang bermakna
dan mengikuti aturan atau tata bahasa yang berlaku dalam suatu komunitas aturan
masyarakat. Adat tiga komponen utama bahasa yaitu:
1.
Bentuk
atau form yang mencakup morfologi dan fonologi
2.
Isi
atau content yang meliputi makna atau tematik
3.
Penggunaan
tau use yang mencakup pragmatik.
Dengan
kata lain dalam bahasa terkandung lima elemen, yaitu fonologi, morfologi,
sintaksis, tematik, dan pragmatik. Morfologi berkenaan dengan organisasi
kata-kata secara formal, ada kata yang dapat berdiri sendiri dan tidak dapat
berdiri sendiri. Sintaksis berkenaan dengan aturan-aturan pembentukan kata dan
kalimat (memiliki subjek, predikat, dan objek).
Morfologi berkenaan dengan ketentuan yang mengatur struktur, distribusi
dan urutan kata serta bentuk ucapan. Semantik berkenaan dengan sistem aturan
yang mengendalikan makan isi kata atau kalimat. Pragmatik berkenaan dengan
penggunaan bahasa yang diaktan dengan tujuan tertentu.
Keterampilan
berbahasa memiliki empat aspek atau ruang lingkup yaitu keterampilan
mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keterampilan mendengarkan di
sekolah dasar meliputi kemampuan memahami bunyi bahasa, perintah, dongeng,
drama, petunjuk, denah, pengumuman, berita, dan konsep materi pelajaran.
Keterampilan berbicara meliputi kemampuan berita, dan konsep materi pelajaran.
Keterampilan berbicara meliputi kemampuan mengungkapkan pikiran, perasaan dan
informasi secara lisan mengenai perkenalan, tegur, sapa, pengenalan, benda,
fungsi anggota tubuh, kegiatan bertanya. Percakapan, bercerita, deklamasi,
memberi tanggapan pendapat/saran, dan diskusi. Keterampilan membaca lancar,
membaca puisi, membaca dalam hati, membaca intensif dan sekilas. Keterampilan
menulis meliputi kemampuan menulis surat, undangan, dan ringkasan paragraf
(Depdiknas, 2006).
Karena
bahasa digunakan sebagai alat atau media komunikasi dengan sesama manusia, maka
perkembangan kemampuan turut mempengaruhi penyesuaian sosial dan pribadi anak.
Dengan dapat berbahasa khususnya berbicara, maka anak dapat mengungkapkan
kebutuhan dan keinginannya, mendapat perhatian dari orang lain, menjalin sosial
sekaligus penelitian sosial dari orang lain. Dapat menilai diri sendiri
berdasarkan masukan atau penilaian orang lain terhadap dirinya, serta
mempengaruhi perasaan, pikiran dan perilaku orang lain.
Perkembangan
kemampuan atau keterampilan bahasa erat kaitannya dengan perkembangan kemampuan
berpikir seseorang. Komunikasi berarti pertukaran pikiran dan perasaan. Agar
dapat berkomunikasi dengan baik. Maka anak harus menggunakan bahasa yang bermakna
bagi orang yang diajak berkomunikasi.
Sebaliknya, anak pun harus memahami bahasa yang digunakan orang lain.
Oleh karena itu diperlukan kemampuan berbahasa yang jelas dan dapat dipahami
oleh orang lain. Pikiran dan perasaan yang ingin diungkapkan, diekspresikan
dengan menggunakan bahasa sebagai saranay.
B. Pola
Perkembangan Anak
Perkembangan
bahasa anak sebagai alat atau media komunikasi telah dimulai sejak bentuk
bahasa atau pra bicara yang paling sederhana dan digunakan pada masa HAM dengan
“menangis” untuk mengungkapkan perasaan dirinya kepada orang lain. Kemudian
berkembang dalam bentuk cloteh atau ocehan dengan cara mengeluarkan bunyi yang
belum jelas. Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan surat melalui gerakan
anggota badan yang berfungsi sebagai pengganti atau pelengkap bicara. Apabila
anak sudah siap atau matang untuk belajar berbicara. Sebaiknya tidak lagi
menggunakan media pembicara karena akan menghambat perkembangan belajar
berbahasa pada anak sekaligus merugikan penyesuaian perkembangan belajar
berbahasa pada anak. Sekaligus merugikan penyesuaian pribadi dan sosial anak.
Anak dikatakan siap atau matang berbicara aspek belajar bahasa apabila aspek
motorik bicara (koordinasi otot bicara) dan aspek motorik bicara (kemampuan
berpikir) anak sudah mulai berfungsi dengan baik. Bicara atau kegiatan
berbahasa lainnya merupakan keterampilan yang dapat dipelajari
Pola
belajar bicara dan berbahasa untuk semua anak pada umumnya sama, sekalipun juga
perkembangan berbeda. pola perkembangan berbicara hampir sejalan perkembangan
motorik. Sekitar usia satu tahun biasanya anak mulai belajar berjalan sekaligus
belajar bicara. Tugas pertama belajar bahasa adalah mengucapkan kata yang
didengar dengan cara meniru pengucapan kata orang-orang disekitarnya.
Pada
saat anak mulai masuk sekolah, dimana hasrat untuk belajar dan ingin tau besar.
Merupakan masa yang paling baik untuk belajar bahasa. Anak selalu bertanya
mengenai segala yang dilihat dan ditemui dalam kehidupan sehari-harinya. Pada
kata anak biasanya kata-kata yang merupakan kata benda, kata kerja, kata sifat,
kata keterangan, kata perangkai atau pengganti dari apa saja yang dijumpai anak
dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya mengenai warna, waktu, uang, dan kata
populer yang digunakan kelompok anak atau teman sebaya. Selanjutnya
perkembangan bahasa dengan pembentukan kalimat dimulai dari kata sederhana
tetapi belum lengkap menjadi kalimat yang lengkap.
Semakin
awal anak dapat berbicara, maka semakin banyak waktu berlatih yang mereka
peroleh untuk bicara dan semakin besar pula kemudahan mereka secara dan
berbicara dan meningkatkan rasa percaya dirinya. Anak yang terlambat bicara,
biasanya juga mengalami hambatan dalam penyesuaian diri dan sosialnya. Ketika
anak mulai dapat berbicara, mereka hampir berbicara tidak putus-putusnya. Anak
bukan hanya dengan orang lain kadang mereka bicara dengan dirinya sendiri atau
berbicara dengan boneka atau alat bermainnya.
C. Faktor
dan Kendala dalam Mempelajari Keterampilan Berbahasa
Walaupun
pola perkembangan keterampilan berbahasa anak pada umumnya sama. Tetapi tetap
perbedaan individual. Terutama dalam laju perkembangan dan frekuensi atau
banyaknya bicara. Serta isi atau topik pembacaan. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor berikut.
- Kesehatan. Anak yang sehat lebih cepat belajar berbicara dibandingkan dengan anak yang kurang sehat atau sering sakit. Hal ini dikarenakan perkembangan aspek motorik dan aspek berbicaranya lebih baik sehingga lebih siap untuk belajar berbicara. Motivasi didorong oleh keinginan untuk menjadi anggota kelompok sosial dan berkomunikasi dengan anggota kelompok tersebut.
- Kecerdasan. Anak yang memiliki kecerdasan yang lebih tinggi akan belajar berbicara lebih cepat dan memiliki penguasaan bahasa yang lebih baik dari pada anak yang tingkat kecerdasannya lebih rendah. Belajar bahasa erat kaitannya dengan kemampuan berpikir.
- Jenis kelamin. Anak perempuan lebih baik dalam belajar bahasa dari pada anak laki-laki, baik dalam pengucapan, kosa kata, dan tingkat keseringan berbahasa dari pada anak laki-laki.
PERKEMBANGAN
MORAL
Moral berkenaan
dengan perilaku baik atau buruk pada seseorang. Pendidikan SD tidak sekedar
bertujuan untuk menjadikan peserta didik menjadi manusia yang cerdas, tetapi
juga manusia yang baik pada bagian ini. anda akan mempelajari aspek
perkembangan moral yang meliputi pembahasan mengenai pengertian dan manfaat
mempelajari perkembangan moral anak. Pola perkembangan moral menurut Kolhberg.
Serta faktor dan cara mempelajari sikap
moral khususnya pada peserta didik usia SD/MI. dalam mempelajari perkembangan
moral. Anda dibantu dengan media video sehingga pembelajar diharapkan menjadi
lebih jelas dan terpahami dengan baik.
A. Pengertian
dan Manfaat
Moral
berasal dari kata lain “mores” yang berarti tatacara, kebiasaan, dan adat
perilaku sikap moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok
asal yang dikendalikan oleh konsep moral. Yang dimaksud dengan konsep moral
adalah peraturan yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya konsep
moral inilah yang menentukan pola perilaku yang diharapkan dari seluruh anggota
kelompok.
Menurut
Piaget (sinolugan, 1997). Hakikat moralitas adalah kecenderungan menerima dan
menaati sistem peraturan. Selanjunya. Koheberg (Gunarsa, 1985), mengemukakan
bahwa aspek adalah sesuatu yang tidak di bawah dan lahir, tetapi satu yang
berkembang dan dapat diperkembangkan/dipelajari. Perkembangan moral merupakan
proses internalisasi nilai/norma masyarakat sesuai dengan kematangan dan
kemampuan seseorang dalam menyesuaikan
dari terhadap aspek kognitif yaitu pengetahuan tentang baik /buruk atau
benar/salah, dan aspek efektif yaitu sikap perilaku moral mengenai bagaimana
cara pengetahuan moral itu dipraktekkan.
Disamping
perilaku moral ada juga perilaku tak bermoral yaitu perilaku yang tak sesuai
dengan harapan sosial karena tidak setuju dengan standar sosial yang berlaku atau kurang adanya perasaan
wajib menyesuaikan diri, sera perilaku moral atau non moral yaitu perilaku yang
tidak sesuai dengan harapan sosial karena ketidakacuhan pelanggaran terhadap
standar kelompok sosial.
Sikap
adalah perilaku yang berisi pendapat tentang sesuatu. Dalam sikap positif
tersirat sistem nilai yang dipercayai atau diyakini kebenarannya. Nilai
bermuatan pengalaman emosional masa lalu yang mewarnai cita-cita seseorang kelompok
atau masyarakat. Moral merupakan wujud abstrak dari nilai-nilai dan tampil
secara nyata/konkrit dalam perilaku terbuka yang dapat diamati. Sikap moral
muncul alam praktek moral dengan kategori positif/menerima netral atau menolak.
Anak
yang bersikap positif atau menerima nilai-nilai moral, diekspresikan dengan
nilai dan orang disekitarnya seperti mau menerima, mendukung, peduli, dan
berpartisipasi dalam kegiatan kelompok. Sikap moral yang netral diekspresikan
dalam perilaku sikap tidak memihak (mendukung atau menolak) terhadap nilai yang
ada di masyarakat. Sikap moral yang negatif diekspresikan dalam perilaku
menolak yang diwarnai emosi dan sikap negatif seperti kecewa, kesal, marah,
benci, bermusuhan, dan menentang terhadap nilai moral yang ada di masyarakat.
Pada
sikap dan perilaku moral tersirat nilai-nilai yang dianut berkaitan dengan
nilai mengenai sesuatu yang dikatakan baik dan benar, patut, dan seharusnya
terjadi sikap netral sebagian besar diteruskan dari generasi ke generasi
melalui proses pendidikan seumur hidup. ada nilai-nilai yang perlu
dipertahankan ada yang diasimilasikan ke arah kemajuan atau perubahan
progresif, tetapi ada juga yang berubah atau bergeser karena berbagai faktor
yang mempengaruhinya sebagai guru. Anda perlu memahami perkembangan sikap moral
agar dapat membantu peserta didik mengembangkan sikap moral yang dikehendaki,
mendidik, menjadi anak yang baik, dan bersikap moral secara baik dan benar.
B. Pola Perkembangan Moral
Dalam
mempelajari perkembangan sikap moral peserta didik usia sekolah Piaget
(Sinolungan, 1997) mengemukakan tiga tahap perkembangan moral sesuai dengan
kajiannya pada aturan dalam permainan anak.
1.
Fase
absolut, di mana anak menghayati peraturan sebagai sesuatu hal yang mutlak,
tidak dapat diubah, karena berasal dari otoritas yang dihormati (orang tua,
guru, anak yang lebih berkuasa)
2.
Fase
realistis, di mana anak menyesuaikan diri untuk menghindari penolakan orang
lain. Dalam permainan, anak menaati aturan yang disepakati bersama sebagai
suatukenyataan/realitas yang dapat diubah asal disetujui bersama.
3.
Fase
subjektif, dimana anak memperhatikan motif atau kesenjangan dalam penilaian
perilaku, anak menaati aturan agar terhindar dari hukuman, kemudian memahami
aturan dan gembira mengembangkan serta menerapkannya.
Selain
teori perkembangan moral, dalam mempelajari pola perkembangan moral yang
berkaitan dengan ketaatan akan suatu aturan yang berlaku universal. Perlu
dibahas mengenai disiplin. Disiplin berasal dari kata “diseiple” yang berarti seorang yang belajar dari/atau secara
sukarela mengikuti seorang pemimpin. Disiplin diperlukan untuk membentuk
perilaku yang sesuai dengan aturan atau peran yang ditetapkan dalam kelompok
budaya tempat orang tersebut menjalani kehidupannya ditetapkan dalam kelompok
budaya tempat orang tersebut menjalani kehidupannya. Secara permisif lissezfaire melalui kebebasan yang
diberikan kepada anak tanpa adanya hukuman atau secara demokratis melalui
penjelasan, diskusi dan penalaran mengenai aturan yang berlaku:
Unsur
yang berkaitan dengan disiplin adalah sebagai berikut:
1.
Peraturan
sebagai pola yang ditetapkan untuk perilaku di mana anak hidup, mempunyai nilai
pendidikan tentang arah yang harus diikuti dan ditaati anak, dan juga membantu
mengekang perilaku yang tidak diinginkan.
2.
Hukuman
diberlakukan apabila anak melakukan kesalahan ataupun bertindak yang tidak
sesuai dengan nilai/norma yang berlaku dalam masyarakat. Hukuman dapat
menghalangi anak untuk tidak mengulangi perbuatan yang tidak diinginkan,
mendidik anak untuk belajar dari pengalaman, dan memotivasi anak untuk
menghindari perilaku yang tidak diterima oleh masyarakat.
3.
Penghargaan
diberikan apabila anak melakukan sesuatu yang sesuai dengan norma/nilai yang
berlaku, mendidik dan memotivasi anak untuk mengulangi perilaku yang baik dan
benar sesuai harapan masyarakat.
4.
Konsistensi
atau keinginan untuk melaksanakan aturan dan disiplin sehingga tidak
membangunkan anak dalam mempelajari sesuatu yang benar/salah atau baik/buruk.
Disiplin bermanfaat apabila ada pengaruh disiplin terhadap perilaku menimbulkan
kepekaan akan sikap perilaku yang baik, benar, dan adil, serta mempengaruhi
kepribadian anak di mana sikap perilaku disiplin merupakan bagian yang
terinternalisasi pada anak secara keseluruhan.
C. Faktor
Dari Cara Mempelajari Sikap Moral
Sejumlah
faktor penting yang mempengaruhi perkembangan moral anak (Hurlock. 1990).
1.
Peran
hati nurani atau kemampuan untuk mengetahui apa yang benar dan salah apabila
anak dihadapkan pada situasi yang memerlukan pengambilan keputusan atas
tindakan yang harus dilakukan.
2.
Peran
rasa bersalah dan rasa malu apabila bersikap dan berperilaku tidak seperti yang
diharapkan dan melanggar aturan
3.
Peran
interaksi sosial dalam memberi kesempatan pada anak untuk mempelajari dan
menerapkan standar perilaku yang disetujui dalam masyarakat. Keluarga sekolah,
dan dalam pergaulan dengan orang lain.
Sikap
dan perilaku moral dapat dipelajari dengan cara berikut.
1.
Belajar
melalui coba-ralat (trial and error). Anak
mencoba belajar mengetahui apakah perilakunya sudah memenuhi standar sosial dan
persetujuan sosial atau belum. Bila belum, maka akan dapat mencoba lagi sampai
suatu ketika secara kebetulan dapat berperilaku sesuai dengan yang diharapkan.
2.
Pendidikan
langsung yang dilakukan dengan cara anak belajar memberi reaksi tertentu secara
tepat dalam situasi tertentu, serta dilakukan dengan cara mematuhi peraturan
yang berlaku dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat sekitar.
3.
Identifikasi
dengan cara yang dikaguminya. Cara ini biasanya dilakukan secara tidak sadar
dan tanpa tekanan orang lain. Yang penting ada teladan dari orang yang
diidentifikasi untuk ditiru perilakunya.
Pendidikan
saat ini umumnya mempersiapkan peserta didik memiliki banyak pengetahuan,
tetapi tidak tahu cara memecahkan masalah tertentu yang dihadapi dalam
kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Pendidikan lebih mempersiapkan peserta
didik untuk menjadi anak yang pandai dan cerdas, tetapi kurang mempersiapkan
peserta didik untuk menjadi anak yang baik. Masalah berkenaan dengan baik dan
buruk menjadi kajian bidang moral. Demikian juga dalam mengembangkan aspek
moral peserta didik berarti bagaimana cara membantu peserta didik untuk menjadi
anak yang baik yang mengetahui dan berperilaku atau bersikap berbuat yang baik
dan benar. Sikap dan perilaku moral dapat dikembangkan melalui pendidikan
nilai/norma yang dilakukan secara terintegrasi dalam pelajaran maupun kegiatan
yang dilakukan anak di keluarga dan sekolah. Pendidikan baik hanya
mempersiapkan anak menjadi manusia cerdas, tetapi menjadi manusia yang baik
berbudi luhur, dan berguna bagi orang lain.
PERKEMBANGAN
KEPRIBADIAN
Kepribadian merupakan suatu kesatuan
psikofisik yang bersifat dinamis dan menjadi karakteristik yang melekat pada
seseorang yang membedakannya dengan orang lain.
A. Pengertian
Kepribadian
Istilah
kepribadian atau “personality”
berasal dari kata latin “Persona”
yang berarti topeng. Pada bangsa Yunani Kuno. Para actor memakai topeng untuk menyembunyikan
identitas mereka dan memungkinkan mereka memernkan tokoh dalam drama. Demikian
juga pada bangsa Roma. “persona”
bagaimana seseorang tampak pada orang lain.
Dalam
kehidupan sehari-hari terdapat beberapa penggunaan istilah kepribadian,
diantaranya, kepribadian sebagai suatu yang dimiliki atau tidak dimiliki
seseorang. Kepribadian merupakan pengaruh seseorang terhadap orang lain dan
yang menarik serta yang membosankan; kepribadian semata-mata hanya jasmaniah
atau semata-mata hasil dari kebudayaan dan kepribadian merupakan jumlah sifat
seseorang.
Kepribadian
bersifat dinamis. Tidak statis, melainkan berkembang secara seksama sehingga
manusia senantiasa berada dalam kondisi perubahan dan pengembangan kepribadian
meliputi aspek fisik dan praktis yang saling melengkapi.
Tipologi
yang dibuat kretehmer dan Sheldon juga bersifat jasmaniah, yakni bentuk
tubuh. Mereka membagi tipe kepribadian
atas tiga macam.
1.
Tipe
asthenicus atau ectomorphic. Pada orang-orang yang bertumbuh tinggi kurus, memiliki
sifat dan kemampuan berpikir abstrak dan kritis, tetapi suka melamun dan
sensitif
2.
Tipe
pycknieas atau emlomorph pada orang yang bertumbuh gemuk pendek, memiliki sifat
periang, suka humor, populer dan mempunyai hubungan sosial luas, banyak teman,
dan suka makan .
3.
Tipe
athleticus atau mesomorphic. Pada orang yang bertumbuh sedang/atletis, memiliki
sifat senang pada pekerjaan yang membutuhkan kekuatan fisik, pemberani,
agresif, mudah menyesuaikan diri.
B. Faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Kepribadian
Studi
mengenai perkembangan pola kepribadian mengungkapkan bahwa ada tiga faktor yang
menentukan perkembangan kepribadian seorang termasuk peserta didik usia SD/MI.
1.
Faktor bawaan, termasuk sifat-sifat yang
diturunkan secara genetik dari orang tua kepada anaknya, misalnya sifat sabar
anak dikarenakan orang tuanya juga memiliki sifat sabar. Demikian juga wawasan sosial
anak dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan.
2.
Pengalaman awal, dalam lingkungan keluarga anak
masih kecil, pengalaman itu membentuk konsep diri primer yang sangat
mempengaruhi perkembangan kepribadian anak dalam mengadakan penyesuaian diri
dan sosial pada perkembangan kepribadian selanjutnya.
3.
Pengalaman kehidupan selanjutnya,
dapat memperkuat
konsep diri dan dasar kepribadian yang sudah ada, atau karena pengalaman yang
sangat kuat sehingga mengubah konsep diri dan sifat-sifat yang sudah terbentuk
pada diri seseorang.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Mengembangkan
kemampuan intelek atau kognitif merupakan bagian tujuan pendidikan di Indonesia
untuk mencerdaskan bangsa konsep perkembangan intelek menjadi masukan penting
mengembangkan sistem pendidikan dan pengajaran. Pada pembagian ini. Anda akan
mempelajari aspek perkembangan intelek yang
meliputi pembahasan mengenai pengertian dan klasifikasi intelegensi, struktur
pengetahuan, dan tahap perkembangan kognitif, serta faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan intelek peserta didik usia SD/MI
B.
Saran
Dengan
selesainya makalah ini mudah-mudahan peserta didik mendapatkan tambahan wawasan
mengenai perkembangan-perkembangan, baik itu moral bahasa intelek dan
kepribadiannya dan dapat juga dijadikan pegangan untuk kedepannya.
0 comments :