SENI DAN SENI RUPA
1.
Pengertian
Pada buku-buku yang
diterbitkan sebelum masa Perang Dunia II, kata "seni" digunakan untuk
menyatakan sesuatu yang "kecil atau halus" (Sudarmaji 5). Kata
"seni" mi kemudian mengalami perkembangan arti yakni menjadi identik dengan
kata art (s) dalam bahasa Inggris yang meliputi dance, music, theatre,
literature, dan visual art. Kata art (s) ini dapat diartikan sebagai
"kegiatan atau hasil pernyataan perasaan keindahan manusia.
2. Seni
Rupa dan Cakupannya
Telah
terungkap di muka bahwa seni rupa adalah kegiatan dan hasil pernyataan
keindahan manusia melalui media garis, warna, tekstur, bidang, volume, dan
ruang. Seniman yang menciptakan karya seni rupa disebut perupa. Seni rupa
meliputi seni gambar/lukis, seni cetak/desain grafis, seni patung, seni
kerajinan/desain produk, dan seni bangunan/desain lingkungan.
2.1. Seni
Gambar/Lukis
Seni gambar dan seni lukis mengikuti
proses penciptaan yang relatif sama yakni pemberian imej/warna pada permukaan
bidang datar (kertas, kanvas, papan/tripleks, tembok) baik dengan menggunakan
alat seperti pensil, pena, kuas atau palet dengan menggunakan tangan secara
langsung.
2.2. Seni
Cetak (Printmaking) dan Desain Grafis
Pada seni cetak (Printmaking), motif yang akan digambarkan tidak dibuat langsung
dengan tangan tetapi melalui media yang berfungsi sebagai klise dapat berupa
balok kayu, logam, hardboard, tripleks, kaca, plastik, karton, kain sutra, dan
sebagainya. Klise inilah yang digores, dicukil, ditempeli, ditutupi, atau
dilubangi agar bila klise tersebut diberi tinta atau bahan pewarna lain dasn
kemudian diucapkan pada bidang kertas, plastik atau kain akan menghasilkan
motif (sesuai dengan yang ada pada klise tetapi daslam posisi terbalik) pada kertas, plastik atau kain
tersebut. Dengan cara ini, motif gambaran dapat digandakan sesuai keinginan
selama klise tidak mengalami perubahan atau kerusakan.
2.3. Seni
Patung
Bila seni gambar/lukis dan seni cetak
diwujudkan pada bidang datar yang bersifat dua dimensional yakni memiliki
dimensi panjang dan lebar, maka seni patung berwujud benda yang memiliki
dimensi panjang, lebar, dan ketebalan atau isi (tiga dimensional). Dengan
sifatnya ini, maka seni patung memungkinkan untuk dilihat dari berbagai arah.
2.4. Seni
Kerajinan/Desain Produk
Seni kerajinan dan desain produk
berkaitan erat oleh karena keduanya lahir dari upaya untuk memperindah
peralatan atau benda-benda yang digunakan dalam kehidupan ini.
Seni kerajinan atau handicaraft mengacu
pada peralatan atau benda keperluan sehari-hari yang dikerjakan secara langsung
dengan tangan oleh pengrajin yang amat cekatan untuk itu. Penanaman jenis seni
kerajinan biasanya dikaitkan dengan bahan yang digunakan atau proses pengerjaan
seperti kerajinan keramik yang mengacu pada benda-benda yang terbuat dari tanah
liat yang dibentuk kemudian diproses melalui pembakaran.
2.5. Seni
Bangunan/Desain Lingkungan
Seni bangunan (arsitektur) dan desain
lingkungan lahir sebagai jawaban terhadap keinginan untuk meningkatkan mutu
ruang/lingkungan di tempat mana manusia tinggal, bekerja, beribadah, dan
beriman. Seni tinggal, tempat kerja, tempat bermain/bersantai, atau tempat
peribadatan yang indah dan menyenangkan. Perhatian perancangan seni bangunan
atau arstek tidak hanya pada segi kuatnya konstruksi bangunan akan tetapi
terletak pada bagaimana penampakan dan suasana yang diinginkan (formal atau
santai tertutup atau terbuka) termasuk pada suasana lingkungan sekitar seperti
pertanaman dan suasana ruang dalam (interior).
3. Proses
Penciptaan Karya Seni Rupa
Sejumlah
pakar seni rupa telah mencoba untuk mengidentifikasi langkah-langkah utama
dalam penciptaan karya seni rupa. Para pakar umumnya sepakat bahwa proses
penciptaan karya seni rupa tidak mengikuti langkah-langkah yang pasti dan
beraturan.
3.1. Penemuan
dan Pengembangan Ide
Yang dimaksud dengan ide disini adalah
“apa yang akan diungkapkan atau dibuat oleh seorang perupa”. Ide ini berada
pada benak sang perupa. Ada yang menemukan ide ini setelah dengan sengaja
mencarinya, ada pula yang mendapatkan ide ini secara serta-merta karena
mendapatkan inspirasi secara tiba-tiba. Ide yang akan diungkapkan atau dibuat
oleh seorang seniman dapat bersumber dari: (1) Diri sendiri misalnya dari
perasaan sedih, rindu, marah, atau riang gembira yang dialami. Bisa juga dari
hayalan yang muncul; (2) orang lain seperti pengalaman atau riwayat hidup
seseorang; (3) Lingkungan alam atau buatan manusia seperti laut, api,
pepohonan, kehidupan binatang, jembatan, pelabuhan, menara air, dan sebagainya;
dan (4) kebutuhan hidup manusia seperti kebutuhan akan pakaian, perumahan,
sistem komunikasi, transportasi, peralatan kerja, tempat ibadah, dan
sebagainya. Penemuan ide ini ditandai oleh adanya kepingan untuk menciptakan
karya seni rupa.
3.2. Pernyataan
Ide
Sebuah karya seni rupa berulah tampak bila
diwujudkan melalui, garis, warna, tekstur, bidang, volume, dasn ruang. Ada
perupa yang pada saat mengembangkan idenya telah mulai menggunakan alat dan
bahan yang dipilihnya secara langsung. Ada pula yang mulai dengan membuat
coretan-coretan kasar untuk selanjutnya diteruskan
menjadi karya seni rupa amat ditentukan oleh jenis dan bentuk karya yang akan
dihasilkan.
TINJAUAN UMUM TENTANG
PENDIDIKAN SENI RUPA DI SEKOLAH DASAR
1. Pengertian
dan Cakupan Pendidikan Seni Rupa
Pendidikan pada dasarnya adalah suatu
kegiatan yang bertujuan ganda yakni untuk mengembangkan kepribadian seseorang
dan sekaligus mempersiapkan untuk menjadi warga masyarakat yang mandiri dan
bertanggung jawab.
Sebagai suatu usaha untuk mencapai
tujuan kedua tujuan tersebut pendidikan berlangsung dalam suatu proses
pembelajaran untuk mengalihkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Proses ini
terjadi dalam suatu situasi yang menyangkut banyak hal seperti pengaruh atau
guru dan murid. Materi pembelajaran, lingkungan budaya geografis, dan
sebagainya
Bila kita memahami pengertian
“pendidikan” dan pengertian “seni rupa” seperti yang telah dimuka, maka dapatlah
dikatakan bahwa pendidikan seni rupa adalah upaya untuk mengembangkan
kepribadian seseorang dalam rangka mempersiapkannya untuk menjadi warga
masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab melalui kegiatan yang bersangkut
paut dengan pernyataan perasaan keindahan lewat media garis, warna, tektur,
bidang, volume dan ruang; atau dengan perkataan lain melalui kegiatan
pembelajaran dalam bidang seni gambar/lukis, seni cetak, seni patung, seni
kerajinan/desain, produk dan seni bangunan/desain lingkungan.
Pembelajaran teori seni rupa berfokus
pada pembinaan aspek kognitif (pengetahuan) kesenirupaan dengan tujuan
memberikan pemahaman kepada murid tentang berbagai aspek dari seni rupa
meliputi pengertian dan jenis-jenis karya seni rupa.
Pembelajaran apresiasi seni rupa
berfokus pada pembinaan aspek Kegiatan pembelajaran apresiasi seni
rupa diwarnai oleh latihan pengamatan
untuk merasakan nilai-nilai keindahan ba yang terdapat pada gejala alam
(seperti irama deburah ombak permukaan batang pohon, sayap. kupu-kupu,
ekspresi. Wajah pengemis, dan sebagainya) maupun yang terpancar dari sebuah
karya seni rupa. Aspek apa yang per menjadi sasaran pengamatan terhadap karya
seni rupa serta bagaimana ca menganalisis, dan memberikan penilaian mengenai
kualitas keindahan dan karya tersebut merupakan aspek yang penting dalam
pembelajaran apresia seni rupa.
Pembelajaran ketrampilan seni
rupa berfokus pada pembinaan aspek psikomotoris (ketrampilan) yang biasa pula
disebut sebagai pengalaman; studio. Pembelajaran ketrampilan seni rupa diwarnai
oleh latihan berolah seni rupa baik dalam bentuk latihan dasar (pengenalan
alat, bahan dan teknik) maupun dalam bentuk latihan penciptaan (memanfaatkan penguasaan
alat, 'bahan dan teknik untuk menyatakan perasaan dalam suatu bentuk karya seni
rupa).
2. Manfaat
Pendidikan Seni Rupa Disekolah Dasar
Manfaat pendidikan seni rupa di sekolah
dasar dapat ditinjau dari dua sisi yakni manfaat bagi anak dan bagi masyarakat.
2.1. Manfaat
Bagi Anak
Manfaat pendidikan seni rupa bagi anak
terletak pada sumbangan khusus yang hanya dapat diberikan oleh bidang studi
seni rupa terutama perkembangan pribadi akan yang memungkinkannya untuk
berkembang menjadi manusia yang utuh, mandiri, dan bertanggung jawab.
2.2. Manfaat
bagi Masyarakat
Manfaat pendidikan seni rupa disekolah
dasar bagi masyarakat berulah dapat dirahasiakan setelah waktu lama yakni
setelah anak menjadi dewasa dan mampu memberikan sumbangan nyata bagi
masyarakat berkat kemampuan produktivitas dan kepekaan rasa yang dimilikinya.
Bila sang anak menjadi seorang pelukis, pematang, grafikus, illustrator
arsitektur, dan sebagainya. Maka sumbangan terhadap masyarakat karena
keahliannya itu, dapat dipandang sebagai wujud manfaat pendidikan seni rupa di sekolah
dasar. Kita menyadari betapa tak terbilangnya sumbangan yang diberikan oleh
profesi perupa tersebut di atas bagi kehidupan kita.
3. Pendidikan
Seni Rupa di Sekolah Dasar Dari Masa ke Masa
Pendidikan
seni rupa sebagai upaya pembelajaran pengetahuan. sikap, dari ketrampilan seni
rupa telah berlangsung sejak zaman dahulu kala. Adanya kesinambungan corak
karya seni rupa sejak zaman Mesopotamia 'dan Mesir kuno dapat dijadikan bukti
telah berlangsungnya pengalihan pengetahuan, sikap, da'fr ketrampilan seni rupa
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bukti ya^ng lain adalah adanya
buku-buku khusus tentang penciptaan karya seni rupa seperti Silpasastra dan
Natryasutra di India.
Sebagai
suatu kegiatan yang telah beriangsung lama, pendidikan seni rupa secara jelas mencerminkan
pengaruh perubahan zaman sebagaimana yang diuraikan pada tinjauan historis
tentang pendidikan seni rupa di sekolah berikut ini.
3.1.
Tinjauan Internasional
3.1.1.
Masa Klasik
Pendidikan
seni rupa secara formal di sekolah umum telah berlangsung di Yunani pada masa
sebelum Masehi (sebelum lahirnya Nabi Isa). Terselenggaranya pendidikan seni
rupa di sekolah umum ini didorong oleh keinginan untuk melestarikan kebudayaan
Yunani pada generasi berikutnya.
3.1.2.
Pendidikan Seni Rupa di
Sekolah
Seni rupa diajarkan di sekolah dasar
(sekolah dasar sebagaimana yang telah dikenal dewasa ini) pada awal abad ke-19.
Bermula pada pelajaran menggambar. Pestalozzi adalah tokoh yang paling
berpengaruh di dalam pembelajaran menggambar di sekolah-sekolah pada masa itu.
Kesuksesan metodenya menjadikannya terkenal secara meluas sebagai pemikir
pendidikan yang menonjol di awal abad ke 19.
3.1.3.
Pengakuan Terhadap Pribadi
Anak
Lahirnya pandangan baru tentang dunia anak sebagai hasil dari studi
yang gencar dilakukan. Pada penghujung abad ke-19 memberi pengaruh luar biasa terhadap
pendidikan seni rupa. Pandangan baru ini melihat anak sebagai pribadi yang unik
yang berbeda dengan orang dewasa. Studi awal yang secara khusus menyoroti
kemampuan anak dalam menggambar dilakukan oleh banyak ahli. Salah satu hasilnya
adalah ditemukannya pola perkembangan, menggambar anak berdasarkan usia.
Sebagai konsekuensi dari penemuan
tentang adanya pola kemampuan menggambar anak, maka sebuah pandangan baru
tentang pembelajaran seni rupa muncul. Pendidik seni rupa mulai mempertanyakan
kesahihan pembelajaran menggambar .yang tidak didasarkan pada pola perkembangan
kemampuan alamiah anak dalam menggambar. Ada yang mempertanyakan mengapa anak
kelas satu sekolah dasar tidak dibiarkan .untuk menggambarkan gajah, ayam, atau
ikan, bila mereka memang mampu melakukannya? Mengapa mereka mesti diikat dengan
keharusan menggambar kubus, bola, atau bentuk abstrak lainnya? (Logan 19). Keinginan
untuk mengembangkan metode pembelajaran yang berpijak pada perkembangan alamiah
anak dan yang menawarkan pengalaman belajar yang lebih menarik, menjadi fokus
perhatian para pendidik seni rupa.
3.1.4.
Metode Ekspresi Bebas
Pandangan bahwa anak mestilah dibebaskan
dari pengaruh orang dewasa dalam kegiatan berkesenirupaan kemudian menjadi populer
dengan istilah metode "ekspresi-bebas" atau ''ekspresi-kreatif bertolak
dan pandangan ini, para pendidik seni rupa mulai menyadari perlunya bagi mereka
untuk menyajikan pengalaman belajar yang dapat merangsang ekspresi personal
anak. Ada beberapa cara yang biasanya dilakukan antara lain dengan member! anak
pengalaman mengamati dan merasakan atau dengan member! bantuan bagi mereka
untuk mengingat :;pengalaman-pengalaman pribadinya yang dapat
menjadi inspirasi dalam berkarya seni rupa.
3.1.5.
Pendekatan Disiplin (DBAE)
Metode ekspresi bebas mulai mengalami kemunduran sesudah tahun
kemunduran ini disebabkan oleh karena metode ekspresi bebas telah secara tidak sadar menimbulkan sikap memandang
remeh, terhadap pengetahuan dan penguasaan keterampilan seni rupa. Pendidikan
seni rupa di sekolah menjadi suatu yang berkesan gampangan, main-main, dan
tidak menuntut sikap serius. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Elliot W.
Eisner pada tahun 1966 menunjukkan betapa kurangnya pengetahuan kesenirupaan
murid-murid sekolah menengah di Amerika Serikat (Mitliael Nurture or Nature
21-22). Lebih jauh, metode ekspresi-bebas dianggap telah melecehkan seni rupa
dan keindahan yang melekat padanya. H.W. Janson dalam tulisannya After Betsy
What? menggelitik para pendidik seni rupa dengan menunjukkan bagaimana
sulitnya untuk membedakan antara karya ekspresi-bebas seorang anak berusia 6
tahun dan karya Betsy, seekor chimpanzee, dari kebun binatang Baltimore.
3.1.6.
Pendidikan Seni Rupa
Multikultural
Keinginan
untuk mempromosikan kesenian berbagai jenis entis/ras mendorong lahirnya
gerakan pendidikan seni rupa multicultural. Selama ini kegiatan pendidikan seni
rupa di sekolah didominasi oleh seni rupa modern Barat. Hal ini dianggap tidak
sehat oleh karena akan mematikan jenis seni rupa yang lain juga tidak
mengembangkan identitas diri anak-anak dari Asia dan Afrika.
3.2.
Tinjauan Nasional
(Indonesia)
3.2.1.
Pendidikan Kolonial
Bentuk sekolah formal
diperkenalkan di Indonesia
pada mas penjajahan Belanda
dengan sistem segragasi (pemisahan) yang memisah sistem persekolahan untuk
anak-anak Belanda dengan sistem bersekolah khusus untuk anak-anak pribumi. Maksud
didirikannya sekolah bagi anak-anak pribumi adalah untuk mencetak tenaga-tenaga
terampil dan loyal yang dapat mengisi posisi-posisi administratif pemerintahan
kolonial.
3.2.2.
Taman Siswa dan INS
Sistem pendidikan bagi anak-anak pribumi yang diterapkan disekolah
yang disponsori oleh pemerintah kolonial Belanda akhirnya menimbulkan perasaan
tidak puas diantara kaum pribumi terpelajar yang menginginkan perlunya bagi
anak-anak Indonesia untuk menghargai budaya dan tradisinya sendiri. Masuk akal
bila kemudian timbul keinginan untuk mendirikan sekolah swasta yang
mempromosikan kepentingan pribumi. Ada dua sekolah swasta* ya.ng amat menonjol
dalam program pendidikan seni rupa yang diterapkannya yakni: Taman-Siswa dan Indonesische-Nederlandsche
School (INS).
3.2.3.
Masa Awal Kemerdekaan
Tidak ada perubahan yang berarti dalam hal pelaksanaan pendidikan
seni rupa di sekolah negeri pada awal kemerdekaan Indonesia. Tentu saja
murid-murid tidak lagi diminta untuk menggambarkan pemandangan-alam Belanda sebagaimana
lazimnya pada masa penjajahan. Meskipun demikian, tujuan dan metode
pembelajaran masih relatif sama dengan apa yang dilakukan pada masa penjajahan
yakni mengembangkan kemampuan menggambar anak melalui latihan koordinasi mata
dengan tangan. Hal-ini bisa dimaklumi oleh karena guru-guru yang mengajar di
sekolah .mendapatkan pengalaman diajar seperti itu.
4.
Landasan Idiil dan
Operasional Pendidikan Seni Rupa di Indonesia
4.1.
Landasan Idiil
Telah disinggung di
muka bahwa pendidikan yang berlangsung Indonesia memiliki watak yang berbeda dengan pendidikan
di negara lain Perbedaan ini disebabkan oleh kekhasan
Indonesia sebagai sebuah ba yang memiliki dasar filosofis dan konstitusional
sendiri. Sebagai bangs Indonesia memiliki Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi landasan
bagi setiap unsur
bangsa dalam kehidupan
bernegara dari "
bermasyarakat. Dalam Undang-Undang Nomor
2 Tahun 1989
tentu Pendidikan Nasional Indonesia secara jelas dirumuskan bahwa "Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada
kebudayaan bangsa Indonesia dan yang
berdasarkan pada Pancasila
dan Undang-Undang dasar
1 (pasal 1 butir 2).
4.2.
Landasan Operasional
Hal
yang seyogyanya menjadi landasan operasional guru dalam melaksanakan
pembelajaran seni rupa di sekolah Undang-Undang dan peraturan pemerintah,
prinsip-prinsip pendidikan seni rupa, serta pengetahuan tentang hakekat anak
bangsa peserta didik di sekolah.
KARAKTERISTIK KARYA
SENI RUPA
ANAK USIA 2 HINGGA 14
TAHUN
Murid sekolah dasar adalah
kelompok anak yang berusia sekitar 6 hingga 12 tahun. Anak dalam usia ini
memiliki karya seni rupa yang bersifat khas sebagai cerminan dari tingkat
kemampuan dan kesenangannya. Seorang guru yang akan membelajarkan anak usia
sekolah dasar ini perlu untuk mengetahui hal ini agar dapat melakukan tugasnya
dengan baik khususnya dalam hal ini agar dapat melakukan tugasnya dengan baik.
Khususnya dalam hal memilih metode pembelajaran dan memberikan penilaian. Tanpa
memiliki pemahaman yang baik mengenai sifat karnya sen rupa anak, seorang guru
mungkin akan memberikan penilaian yang keliru yakni dengan menyoroti karya anak
dari sudut pandang orang dewasa
1.
Sifat-sifat Umum Gambar Anak
1.1.
Ekspresif
Sifat
ekspresif gambar anak tercermin pada kejujuran anak untuk menggambarkan ide
atau hasil pengamatan ide atau hasil pemgantannya berdasarkan sudut pandang
anak sendiri. Sifat ekspresfi terutama tampak pada gambar anak yang duduk di taman
kanak-kanak serta di kelas bawah sekolah dasar.
1.2.
Melebihi-Lebihkan
Gambar
akan khususnya yang berusia 4 – 10 tahun cenderung untuk menggambarkan secara
berlebih-lebihan dari obyek yang dianggapnya penting. Obyek atau bagian dari
suatu obyek yang dianggap penting obyek atau bagian obyek lainnya sehingga
gambar anak tampak tidak proporsional.
1.3.
Naratif
Gambar
pada dasarnya adalah cerita anak tentang diri dan lingkunyannya. Tidak
mengherankan bila gambar anak menghadirkan tema-tema yang disenangi oleh anak.
Menurut penelitian, obyek manusia adalah yang paling digemari oleh anak
(Eisner, Educating 123).
1.4.
Mengikuti Suatu Pola
Perkembangan
Secara
umum gambar yang dihasilkan oleh anak-anak menunjukkan adanya perkembangan yang
tetap dan berpola dalam kaitannya dengan pertambahan usia anak. Sifat gambar
anak yang berusia 2 tahun berbeda dengan anak yang berusia 7 tahun 12 tahun.
Pola perkembangan ini secara lebih khusus dibahas pada uraian mengenai pola
perkembangan gambar Anak berikut ini.
2.
Pola Perkembangan Gambar
Anak
2.1.
Periode Coreng-moreng (Usia
2 – 4 Tahun)
Periode
coreng-moreng adalah tahap permulaan dari perkembangan anak dalam gambar. Anak
memulai perkembangan menggambarnya dengan periode ini. Dengan menggunakan
jarinya, tangkai kayu, pensil, spidol, atau krayon, seorang anak akan
menciptakan goresan-goresa. Dimulai dengan goresan coreng-moerng yang “tak
beraturan” lantarkan akan belum mampu untuk menguasai gerakan tangannya.
2.2.
Periode Prabagan (Usia 4 – 7
tahun)
Goresan
seorang akan pada periode ini ditandai oleh adanya kesadaran untuk menciptakan
bentuk tertentu. Pada tahap ini, sang akan telah mulai semakin menguasai
gerakan-gerakan tangannya dan telah menyadari adanya hubungannya antara
bentuk-bentuk yang digambarkan dengan bentuk-bentuk yang diamatinya.
2.3.
Periode Awal Realisme (usia
9 – 12 tahun)
Kesadaran
anak pada periode ini semakin berkembang. Bagi mereka bentuk-bentuk bagan dalam
menggambarkan tidak lagi cukup untuk menggambarkan idenya. Mereka sudah ingin
menggambarkan laki-laki dan perempuan secara berbeda sesuai dengan ciri-cirinya
masing-masing. Sekalipun demikian gambar belum menggambarkan keadaan visual
gelap yang diakibatkan oleh cahaya yang menimpa obyek yang digambarkan.
3.
Kemampuan Anak dalam Membuat
Tanah Liat
Telah disinggung di muka bahwa pola perkembangan kemampuan seni
rupa anak terutama difokuskan pada kemampuan menggambar sementara kemampuan anak
untuk menciptakan bentuk juga dimensional misalnya dengan bahan tanah liat
terabaikan. Akibatnya kita tidak memiliki pengetahuan yang meyakinkan tentang
pola perkembangan anak dalam menciptakan karya seni rupa tiga dimensional.
Kurangnya minat untuk mempelajari pola perkembangan anak dalam menciptakan
bentuk tiga dimensional khususnya dengan bahan tanah liat atau plastisin yang
sering dijadikan sebagai bahan pembelajaran membentuk di sekolah dasar, mungkin
disebabkan oleh karena secara teknis ha) ini sulit untuk dilakukan terutama
dalam penyimpanan dan pengangkutan bahan tanah liat dalam jumlah yang besar.
Keadaan inilah yang mendorong beberapa orang pendidik seni rupa mencoba untuk
mengadakan studi tentang kemampuan anak dalam membentuk dengan menggunakan
bahan tanah liat.
Sebuah penelitian di Illinois Amerika Serikat menunjukkan bahwa
kemampuan anak dalam menggambarkan figur di atas kertas lebih berkembang
dibanding kemampuan anak dalam membentuk figur dengan tanah liat. Diperkirakan
bahwa hal ini disebabkan oleh karena anak telah mengenal alat menggambar
seperti pinsil atau krayon lebih awal dari pada mengenai tanah liat atau
plastisin. Atas dasar inilah maka disarankan bahwa semakin awal anak
diperkenalkan dengan bahan tanah liat atau plastisin, kemampuan anak dalam
membentuk akan semakin berkembang. Faktor lain yang mungkin menyebabkan hal ini
adalah bahwa secara teknis menggambar figur di atas kertas lebih mudah
dibanding dengan membentuk figur dengan bahan tanah liat. Penelitian ini juga
menunjukkan bahwa terdapat pula pola perkembangan anak dalam menciptakan bentuk
tiga dimensional dengan bahan tanah liat.
BERBAGAI KEGIATAN STUDIO SENI RUPA
UNTUK SEKOLAH
1.
Menggambar/Melukis
Menggambar/melukis dapat berupa kegiatan
bersama yang melibatkan segenap murid dalam kelas atau sekelompok murid (5-6
orang) secara bersama-sama mengerjakan sebuah gambar/lukisan ukuran lebar atau
dapat pula berupa kegiatan tiap murid secara perorangan. Ia dapat berupa
kegiatan di dalam atau di luar kelas.
1.1.Menggambar
Bentuk
Menggambarkan bentuk tujuan untuk
menirukan penampakan sebab atau sekelompok benda ke atas bidang gambar. Untuk
itu, dalam menggambar bentuk mesti ada sebuah atau sekumpulan benda ui
dijadikan sebagai sasaran gambar. Tanpa kehadiran sasaran gambar mustahil
kegiatan menggambar bentuk dapat terlaksana. Karena ) menjadi tujuan menggambar
bentuk adalah menghasilkan gambar yang secara tepat menirukan sasaran gambar, maka
terlebih dahulu murid perlu dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan
menggambar benda secara realistis. Itulah sebabnya kegiatan menggambar bentuk
di sarankan untuk murid-murid kelas lanjutan yakni kelas 4,5, dan 6. Untuk
murid-murid kelas bawah, menggambar bentuk dianggap kurang sesuai karena
mereka yang duduk di kelas bawah lebih cenderung untuk menggambarkan apa yang
difikirkannya dari pada apa yang dilihatnya.
1.2.Menggambarkan Dekorasi
Menggambar dekorasi pada
dasarnya merupakan kegiatan untuk merancang motif-motifnya dapat digunakan
sebagai hiasan pada berbagai bidang permukaan seperti dinding, perabot, taplak
meja, piagam penghargaan, dan sebagainya- Mot if-mot if yang digambar biasanya
berupa motif geometris, tumbuh-tumbuhan, hewan, atau tubuh manusia. Motif-motif
.tersebut biasanya digayakan (distilisasi). Penggayaan bentuk ini dimaksudkan
untuk menghasilkan bentuk baru dengan tidak menghilangkan watak/ciri dari obyek
yang dijadikan motif. Penggayaan bentuk dilakukan dengan cara rnenyederhanakan
bentuk, membuat lebih kaku, lebih rumit atau luwes meliuk-liuk. Menggambar
dekorasi kadang-kadang dilakukan dengan mengharuskan murid untuk menggunakan
peralatan semacam mistar atau jangka, khususnya dalam menggambar dekorasi
dengan motif geome Karena adanya keharusan menggunakan mistar atau jangka ini,
kegiatan semacam ini biasa pula disebut sebagai "menggambarkan mistar."
1.3.Menggambar
Ilustrasi
Menggambar ilustrasi
bertujuan untuk memberikan penilaian terhadap sebuah teks/criteria atau sebuah
ide. Itulah sebabnya g; ilustrasi sering pula disebut sebagai '"gambar
penjelasan," "g; pendamping criteria," atau "gambar adegan."
Dalam menggambar pada murid biasanya
diminta untuk menceritakan sesuatu ide atau car melalui gambar. Jadi sangat
bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan anak dalam berkomunikasi. Misalnya
guru meminta murid menggambarkan peristiwa kecelakaan lalu lintas di depan
sekolah kebetulan disaksikan oleh murid-murid, suasana pelaksanaan upacara bendera,
adegan penangkapan pencuri atau pertandingan olah raga (Gambar 19).
2. Mencetak
Bila dalam
menggambar/melukis murid membuat goresan langsung pada bidang permukaan, maka
dalam mencetak murid menciptakan imej/gambaran dengan menggunakan alat
perantara yang disebut "klise." Prinsip cetak-mencetak bukanlah suatu
hal yang asing bagi murid sekolah dasar oleh karena dalam kehidupan sehari-hari
mereka telah seringkali menyaksikannya. Mereka menyadari bahwa telapak kaki.
akan meninggalkan bekas bila diinjakkan di pasir. Ban mobil yang basah akan
meninggalkan jejak yang menarik pada permukaan jalan aspal. Stempel Pak Pos
akan membekas pada amplop surat.
3. Menggunting
dan Melipat
Belajar menggunakan gunting
merupakan suatu pengalaman menarik bagi murid. Dengan memiliki keterampilan
menggunakan gunting murid akan merasa mempunyai "kekuasaan" dalam
merubah bentuk kertas, plastik, atau kain. Teknik penggunaan gunting biasanya
sudah diperkenalkan di Taman Kanak-Kanak sehingga diperkirakan murid-murid
sekolah -dasar telah mengenal alat ini. Meskipun beberapa orang diantaranya
kemungkinan belum bisa menggunakan gunting secara lancar.
4. Menempel
Kegiatan menempel biasa pula
disebut membuat kolase. Istilah "kolase" dialihkan dari Bahasa
Inggerrs collage (baca: kolas) yang berarti imej/gambaran yang
dihasilkan dengan cara menempelkan bahan/benda semacam kertas, karton, kain, plastik,
kayu, atau logam pada bidang datar. Menempel memberi pengalaman murid untuk
menyusun komposisi, mengembangkan gagasan/imajinasi. Serta melatih ketrampilan
khusus dalam melekatkan benda-benda secara baik.
5. Membutsir,
Memahat, dan Merangkai
Membutsir (bersumber dari
bahasa Belanda boeteeren) , memahat, dan merangkai merupakan ketrampilan dasar
dalam menciptakan karya seni patung yang bersifat tiga dimensional. Murid
sekolah dasar senang membutsir, memahat, dan merangkai oleh karena
kegiatan-kegiatan tersebut memberi kesempatan kepada murid untuk bermain sambil
berkreasi. Ciptaan yang dihasilkannya
tidak hanya berupa gambaran ilusif tetapi sesuatu yang nyata yang memberikan.
sensasi yang berbeda dengan apa yang diperolehnya dalam menggambar dan melukis.
6.
Manganyam
Menganyam merupakan
ketrampilan tradisional masyarakat berbagai daerah di Indonesia yang kini
kurang diminati oleh generasi muda khususnya yang bermukim di perkotaan. Oleh
karena itu dimasukkannya kegiatan menganyam sebagai salah satu bentuk
pembelajaran seni rupa di sekolah dasar dapat menjadi ajang pengenalan. ketrampilan
tradisional kepada murid. Dengan menganyam, keterampilan untuk bekerja secara
berencana dan cermat dapat dikembangkan.
7.
Membatik
dan Mengikat The-Celup
Membatik adalah proses pemberian motif pada kain dengan
memanfaatkan sifat menutup lilin panas yang digoreskan pada kain sebelum di celup
ke dalam warna. Jejak lilin tidak dimasuki oleh bahan-pewarna. Bila kain yang
sudah diwarnai kemudian dimasak yang menjadikan bekas lilin pada kain
terkelupas, maka muncullah motif yang diinginkan. Kain kemudian dikeringkan.
ALAT,
BAHAN, DAN TEKNIK DALAM
BERKARYA
SENI RUPA
1. Alat
Penggores/Penyapu Warna
yang tercakup dalam
kelompok alat penggores/penyapu warna disini adalah alat yang digunakan dalam
menggoreskan atau menyapu warna. Ada alat penggores yang sekaligus sebagai
bahan pewarna seperti pensil, arang, kapur, pastel, krayon, atau marker. Ada
pula alat penggores yang untuk menggunakannya perlu diberi kelebihan dahulu
bahan pewarna seperti pena, kaus dan rol.
2. Alat
Pembutsir/Pengukir
2.1.
Alat
Pembutsir
Ada
banyak macam jenis khusus yang digunakan dalam membutsir (membentuk dengan bahan lunak). Untuk
keperluan murid sekolah dasar dalam membutsir dengan bahan semacam tanah liat,
berbagai macam jenis alat khusus tersebut tidaklah begitu diperlukan. Jari-jari
tangan adalah alat yang paling penting bagi dalam membentuk bahan tanah liat.
Meskipun demikian, ada beberapa alat sederhana yang dapat membantu murid
seperti rol (berupa potongan bambu atau pipa untuk mengerol tanah liat untuk
menjadikan lempengan), pisau, potongan kayu yang memiliki bentuk khusus atau
lingkungan kawat.
2.2.
Alat
Pengukur
Alat
pokok mengukir adalah pahat. Pahat ada bermacam-macam baik dari segi bentuk
kegunaan. Ada pahat untuk batu keras ada pula pahat untuk kayu. Di Indonesia,
kegiatan mengukir yang paling memungkinkan untuk dilaksanakan di sekolah dasar
adalah mengukir dengan bahan yang relatif lunak seperti lilin atau sabun
batangan. Untuk mengukir bahan lunak, alat semacam pisau lipat memungkinkan
untuk digunakan.
3. Alat
Pemotong/Penggunting
Alat
pemotong/penggunting yang dibicarakan disini adalah yang diperuntukkan untuk
memotong/menggunting bahan macam karton, kertas, atau plastik. Alat yang
dimaksudkan adalah pisau (cutter) dan gunting.
PENYUSUNAN
STRATEGI PEMBELAJARAN
Setiap
kegiatan pembelajaran mempunyai tujuan atau sasaran. Untuk dapat mencapai
tujuan pembelajaran tersebut secara efektif dan efisien, guru perlu menyusun
suatu strategi pembelajaran yang berfungsi sebagai pedoman bertindak dalam
mencapai tujuan atau sasaran pembelajaran.
Sebuah
SP/SAP yang telah disusun tentu saja bukanlah suatu yang harus diikuti secara
kaku. Ia bukanlah harga mati. Ia hanyalah merupakan pedoman yang diharapkan
memberikan kemudahan bagi guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
1. Hal-hal yang Perlu Dipertimbangkan
1.1. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran adalah
faktor pertama yang perlu mendapat perhatian dalam penyusunan strategi
pembelajaran oleh karena tujuan inilah yang akan menjadi sasaran dari strategi
yang akan disusun.
Strategi pembelajaran yang
disusun hendaknya berorientasi pada pembentukan manusia Indonesia sebagaimana
yang disebutkan di atas. Kesadaran guru yang akan keterkaitan antara strategi
pembelajaran yang disusunnya dengan tujuan pendidikan nasional tersebut di
atas, perlu untuk senantiasa diaktualisasikan oleh karena secara operasional
guru biasanya hanya terpaku pada tujuan pembelajaran yang lebih sempit.
1.2.
Kondisi
Murid
Dalam
suatu proses pembelajaran, murid senantiasa dipandang sebagai subyek yang
penting oleh karena muridlah yang diharapkan untuk berkembang ke arah yang
lebih baik setelah dibelajarkan. Oleh karena murid adalah manusia yang memiliki
sifat hidup yang dinamis, maka perlakuan terhadapnya haruslah dilakukan dengan
hati-hati dan penuh pengertian.
1.3. Lingkungan
Agar
supaya kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan dapat bermakna, maka
pembelajaran yang diberikan haruslah mempertimbangkan faktor lingkungan tempat
kegiatan pembelajaran berlangsung. Lingkungan pembelajaran ini meliputi
lingkungan sosial budaya dan lingkungan fisik.
2. Sebuah model SP/SAP
Model
SP/SAP yang dikemukakan disini didasarkan pada model desain instruktional PSSI
(yang dikenal secara luas oleh guru di Indonesia karena adanya keharusan untuk
menggunakannya) tetapi bersifat akomodif terhadap watak pendidikan seni rupa
sebagai kegiatan pendidikan ekspresif, estetis, dan kreatif.
PENYAJIAN BAHAN
PEMBELAJARAN
Penyajian
bahan pembelajaran seni rupa di sekolah dasar menyangkut kegiatan guru dalam
mengaktifkan dan membimbing murid untuk belajar agar tujuan/sasaran pembelajaran
dapat tercapai.
Kegiatan
pembelajaran seni rupa disekolah dasar berkisar pada praktik pengalaman studio
dengan penekanan khusus pada pengembangan keterampilan berkarya serta kepekaan
murid terhadap nilai-nilai keindahan.
1.
Pemberian
Motivasi
Penciptaan
karya seni rupa merupakan kegiatan pernyataan isi jiwa atau ide melalui garis, warna, tekstur, volume, dan ruang.
Dengan demikian seseorang akan tergerak hatinya untuk berkarya seni rupa di
dalam dirinya ada ide atau gagasan yang akan diungkapkan.
Pemberian
motivasi dimaksudkan untuk merangsang lahirnya ide pada diri anak yang dapat
dinyatakan melalui karya seni rupa. Pemberian motivasi dapat dilakukan dengan
berbagai metode antara lain dengan bercerita atau berdialog dengan murid;
memperhatikan foto, gambar, atau film; memberikan murid pengalaman kontak
langsung dengan alam secara sadar; menunjukkan alat dan bahan, serta
mendemonstrasikan proses percintaan karya seni rupa.
2.
Pembimbing
dalam berkarya
Dengan
guru membimbing kegiatan praktikan seni rupa di sekolah dasar terutama dalam
mendampingi murid selama proses penciptaannya, memberi pengarahan, dorongan dan
pujian serta bantuan bila murid mengalami kesulitan.
Langkah-langkah
yang perlu dilakukan oleh guru dalam bimbingan murid berkarya adalah memberikan
kesempatan kepada murid untuk berlatih dalam berbagai teknik penggunaan alat
dan bahan.
Metode
yang tepat digunakan untuk membimbing murid dalam latihan pengenalan alat dan
bahan ini adalah demonstrasi yang kemudian diikuti dengan metode penugasan.
Melalui metode demonstrasi, guru memperhatikan kepada murid teknik-teknik
penggunaan alat dan bahan.
3.
Pembimbingan
dalam Mengamati Gejala Keindahan
Pembimbing
dalam mengamati gejala keindahan tidaklah mesti merupakan suatu kegiatan
motivasi, khususnya pada saat murid mengadakan kontak langsung dengan alam.
Kontak seseorang dengan lingkungan alam sesungguhnya terjadi setiap saat. Hanya
saja kontak tersebut biasanya terjadi tanpa disadari.
PENILAIAN
HASIL BELAJAR
1. Fungsi
Jenis Penilaian
Fungsi
pertama penilaian hasil pembelajaran adalah untuk memenuhi kebutuhan kewajiban
murid.
Fungsi
kedua penilaian hasil belajar pembelajaran adalah untuk mengembangkan program.
Fungsi
ketiga penilaian hasil pembelajaran adalah untuk memenuhi kebutuhan pertanggungjawaban.
2. Cara
Penilaian
2.1.
Penilaian
Aspek Keterampilan
Informasi
yang perlu dikumpulkan dalam kegiatan penilaian aspek keterampilan adalah
proses dan hasil belajar murid dalam kaitannya
dengan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Informasi ini dapat
dikumpulkan melalui berbagai sumber hasil karya serta komentar murid, dan
lembar pengamatan proses.
2.2.
Penilaian
Aspek Sikap/Apresefsi
Secara
umum dakui bahwa penilaian aspek sikap sulit untuk dilakukan. Dalam
pembelajaran seni rupa di sekolah dasar kesulitan penilaian aspek sikap pada
keterbatasan waktu yang dimiliki oleh guru untuk mengumpulkan informasi yang
komprehensif tentang minat, sikap, dan perilaku apresitatif murid tentang pokok
pembahasan yang dipelajari.
3. Penilaian
Caturwulan
Untuk
keperluan pengisian rapor, guru diminta untuk member9kan penilaian mengenai
proses dan hasil pembelajaran murid untuk satu caturwulan. Hasil penilaian ini biasanya berupa angka
(dari rentang 1–10 ) untuk tiap mata pelajaran
termasuk seni rupa.
0 comments :