Blog Archive

Blog Archive

Powered by Blogger.

Labels

Labels

Pages - Menu

Thursday, April 11, 2013

makalah FILSAFAT ILMU

Unknown     11:09 AM    



filsafat ilmu 
BAB I
PENDAHULUAN

1.      Pendahuluan
Sudah jadi pendapat umum bahwa filsafat adalah induk atau Ibu dari segala macam jenis ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa ilmu pengetahuan itu pada mulanya hanya ada satu yaitu filsafat. Akan tetapi, karena filsafat yang mempersoalkan hal-hal yang umum abstrak, dan universal, maka filsafat semakin tidak mampu menjawab persoalan-persoalan hidup yang semakin konkrit, positif, praktis, dan pragmatis. Oleh karena itu, secara kuantitatif muncullah berbagai jenis ilmu pengetahuan khusus menurut objek studinya masing-masing seperti ilmu pengetahuan Humaniora. Ilmu pengetahuan Sosial, Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Agama. Sedangkan secara kualitatif jenis-jenis ilmu pengetahuan itu berkembang sifatnya mulai dari yang teoritis sampai pada yang praktis teknologis.
Kenyataan tersebut adalah wajar, karena memang filsafat hanyalah berkepentingan untuk menjawab pertanyaan apa. Pertanyaan ini memerlukan jawaban  yang bersifat global, menyeluruh, dan abstrak universal pengetahuan demikian sudah barang tertentu tidak akan mampu secara langsung menjawab tuntutan hidup sehari-hari. Di mana tuntutan hidup sehari-hari itu adalah berupa hal-hal atau barang-barang bersifat nyata, konkrit, dan khusus, seperti: makanan , minuman, pakaian, perumahan, dan peralatan hidup lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan yang demikian itu, maka diperlukan adanya ilmu pengetahuan praktis-teknis yang secara langsung dapat memproduksi bahan-bahan kebutuhan tersebut.  
Demikian konsep-konsep dan teori-teori yang bersifat umum universal perlahan-lahan ditinggalkan, ilmu pengetahuan bergerak ke arah teknologi yang berurusan langsung dengan pengadaan barang-barang produksi. Sebagai konsekuensinya. Terjadilah pergeseran nilai-nilai yang terkandung di dalam perdagangan hidup dari yang kualitatif menjadi kuantitatif material.
Fakta kegagalan manusia sebagai khalifatullah alam ini, yang dengan teknologi justru menindas dunianya, diri sendiri, dan sesamanya. Hal inilah yang menarik kembali perhatian filsafat sebagai Ibu ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan posisi dan peranannya yang demikian itu, wajarlah jika filsafat merasa khawatir terhadap kemungkinan terjadi malapetaka besar yang menimpa kelestarian hidup manusia dan dunia sebagai tempat tinggalnya.
Untuk mendapatkan pemahaman tentang filsafat, maka dapat ditemukan pokok-pokok pembahasan dalam makalah ini yaitu:
  1. Istilah pengetahuan dan ilmu
  2. Istilah filsafat pengetahuan dan filsafat ilmu
  3. Perkembangan ilmu         




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Istilah Pengetahuan dan Ilmu
  1. Istilah pengetahuan
Pengetahuan, kata dasarnya tahu, mendapat awalan dan akhiran pe-an, lalu berarti menunjukkan adanya proses mengetahui. Yang kemudian sesuatu  yang disebut pengetahuan. Sebagai salah satu bidang filsafat, masalah ini dipersoalkan secara khusus di dalam epistemologi, yang berasal dari bahasa Yunani episteme yang berarti pengetahuan.
Adapun pengetahuan itu adalah sesuatu yang ada secara niscaya pada diri manusia. keberadaannya diawali dari kecenderungan psikis manusia sebagai bawaaan kodrati, yaitu dorongan ingin tahu yang bersumber dari keinginan atau kemauan. Sedangkan keinginan adalah suatu unsur kekuatan jiwa sebagai bagian dari tripotensi kejiwaan, berupa akal pikiran, perasaan, dan keinginan. Ketiganya berada dalam satu kesatuan dan secara terbuka bekerja saling pengaruh-mempengaruhi menurut situasi dan keadaan. Artinya, dalam keadaan tertentu yang berbeda-beda, pikiran atau perasaan atau keinginan bisa lebih dominan. Dengan demikian, lahirlah pengetahuan akal (logika), pengetahuan perasaan (estetika), dan pengetahuan keinginan (moral). Dengan kata lain, pengetahuan yang benar haruslah dapat diterima oleh akal, sekaligus dapat diterima oleh perasaan dan layak dapat diinginkan (Suhartono, 1977:22)
Orang yang tahu disebut mempunyai pengetahuan. Jadi, pengetahuan tidak lain dari hasil tahu. Pengetahuan itu berarti segala sesuatu yang diketahui. Pengetahuan itu dipergunakan dalam rumah tangga, dalam pertanian serta lainnya. Pengetahuan mempunyai sistem. Ilmu adalah pengetahuan yang sistematis. Pengetahuan yang dengan sadar menuntut kebenaran, dan yang bermetode  dan bersisitem ini, disebut “ilmu”. Dan definisi ini merupakan definisi ilmu secara khusus.
Pengetahuan yang kian hari bertambah ini, pada dasarnya bersumber kepada empat macam sumber, yaitu:
a.       Pengetahuan yang langsung diperoleh
b.      Hasil dari suatu konklusi
c.       Pengetahuan yang diperoleh dari kesaksian dan otoritas
d.      Pengetahuan yang diperoleh melalui indera

Pengetahuan yang dipergunakan orang, terutama untuk hidupnya sehari-hari tanpa mengetahui seluk-beluk yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya tidak mengetahui sebabnya demikian dan apa sebabnya harus demikian, dinamai pengetahuan biasa.
Pengetahuan langsung diperoleh dari dua sumber, sumber external (luar) dan sumber internal (dalam). Contoh pengetahuan yang bersumber dari dalam, umpanya kita dapat mengetahui keadaan diri kita sekarang, keadaan sedih, gembira atau marah.
Pengetahuan konklusi adalah pengetahuan yang diperoleh melalui penarikan kesimpulan dari data empirik atau indrawi, seperti: apabila kita tahu bahwa di atas sebuah gunung (yang tampak di depan kita) ada kumpulan asap. Kita tahu bahwa setiap ada asap pasti ada api sedang menyala.
Pengetahuan kesaksian dan otoritas adalah pengetahuan yang diperoleh melalui kesaksian dari orang lain atau berita orang yang biasa dipercaya, contoh, kita mengetahui adanya Tuhan melalui para Rasul dan kitab-kitab-Nya
Pengetahuan yang diperoleh melalui indera disebut dengan pengetahuan inderawi. Setelah diadakan penyelidikan dan eksperimen, maka ilmu tersebut sekarang menjadi ilmu pengetahuan (science). Apabila sesuatu hal sudah dapat diketahui oleh indera, dieksperimen dan diteliti, maka di sana orang mulai berfilsafat. Filsafat ini satu tahap lebih tinggi dari pengetahuan biasa. Oleh karena itulah, para pilsuf sudah mulai memikirkan hakikat sesuatu, seperti hakikat dari Tuhan, alam, dan manusia.
Cukup lama diterima bahwa pengetahuan harus merupakan representasi (gambaran atau ungkapan) kenyataan dunia yang terlepas dari pengamat (objektivisme). Pengetahuan dianggap sebagai kumpulan fakta. Namun, akhir-akhir ini terlebih dalam bidang sains, diterima bahwa pengetahuan tidak lepas dari subjek yang sedang belajar mengerti. Pengetahuan lebih diaggap sebagai suatu proses pembentuk (konstruksi) yang terus-menerus, terus berkembang dan berubah. Konsep-konsep yang dulu dianggap sudah tetap dan kuat, seperti hukum Newton dalam ilmu Fisika, ternyata harus diubah karena tidak dapat memberikan penjelasan yang memadai.
Banyak situasi yang memaksa atau membantu seseorang untuk mengadakan perubahan dalam pengetahuannya. Perubahan ini mengembangkan pengetahuan seseorang. Ada beberapa situasi atau konteks yang membantu perubahan, yaitu:
a.       Konteks tindakan,
b.      Konteks membuat masuk akal
c.       Konteks penjelasan, dan
d.      Konteks pembebanan.
Bila seseorang harus cepat bertindak atau memecahkan sesuatu secara terencana. Ia akan terdorong untuk mengalisis situasi dan persoalan yang dihadapi Dalam situasi seperti itu ia dapat bertindak secara efisien dan membentuk pengetahuan atau konsep yang baru. Juga bila seseorang berhadapan dengan suatu persoalan atau kejadian baru yang tidak disangka-sangka, ia ditantang untuk mencari arti dan makna hal itu dengan menggunakan gagasan, ide-ide, maupun konsep-konsep yang telah ia punyai. Bila konsepnya tidak cocok, maka ia terpaksa harus mengubah konsepnya. Dengan demikian ia mengembangkan ilmu yang baru.
Pertanyaan “apa yang kamu maksudkan dengan ini, bagaimana kamu dapat menjelaskan hal ini?” memacu orang untuk mengkonstruksi sesuatu dan mengerti sesuatu. Juga bila seseorang harus mempertahankan dan membenarkan gagasannya terhadap kritikan orang lain, ia didorong untuk menciptakan konstruksi yang baru. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa situasi atau konteks yang memaksa seseorang untuk menyadari “sesuatu” dapat membantu orang itu mengubah atau paling sedikit mengembangkan pengetahuannya.
            
  1. Istilah Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan dari bahasa Arab : ‘alima, yalamu, ilman, dengan wazan fa’ila yaf’alu, yang berarti: mengerti, memahami benar-benar. Pengertian Ilmu yang terdapat dalam kamus bahasa Indonesia, adalah:
a.       Pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yaitu dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu:
b.      Pengetahuan atau kepandaian (tt soal duniawi, akhirat, lahir, batin, dan sebagainya). (KBBI, 2002: 423)   
Secara umum ilmu itu berarti tahu. Ilmu itu adalah pengetahuan. Sesungguhnya banyak ilmunya bisa dikatakan sebagai seorang ilmuwan, baik secara substantial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan memperkuat keberadaan filsafat.
Semua ilmu sudah dibicarakan dalam filsafat. Bahkan beberapa ilmu pengetahuan lahir dari filsafat, berarti ilmu yang memisahkan diri dari filsafat. Misalnya matematika, astronomi, fisika, kimia, biologi, dan sosiologi.
Ilmu bersifat analitis, ilmu pengetahuan hanya menggarap salah satu lapangan pengetahuan objek formalnya.  Ilmu bersifat deskriptif tentang objeknya agar dapat ditemukan fakta, teknik-teknik, dan alat-alat.
Ilmu berhubungan dengan mempersoalkan fakta-fakta yang faktual, yang diperoleh dengan eksperimen, observasi, dan verifikasi, hanya berhubungan sebagai dari aspek kehidupan atau kejadian yang ada di dunia ini.
Adapun beberapa ciri utama ilmu menurut terminologi, antara lain adalah:
a.       Ilmu adalah sebagian pengetahuan bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat diukur, dan dibuktikan. Berbeda dengan iman, yaitu pengetahuan yang didasarkan atas keyakinan ke[ada yang gaib dan penghayatan serta pengalaman pribadi.
b.      Berbeda dengan pengetahuan, ilmu tidak pernah mengartikan kepingan pengetahuan satu keputusan tersendiri, sebaliknya ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke objek (atau alam objek) yang sama dan saling berkaitan secara logis. Oleh karena itu, koherensi sistematik adalah hakikat ilmu. Prinsip-prinsip objek dan hubungan-hubungannya yang tercermin dalam kaitan-kaitan logis yang dapat dilihat dengan jelas. Bahwa prinsip-prinsip metafisis lamban, didasarkan pada sifat khusus intelek kita yang tidak dapat dicirikan oleh visi rohani terhadap realitas tetapi oleh berpikir.
c.       Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan masing-masing penalaran perorangan, sebab ilmu dapat memuat di dalamnya dirinya sendiri hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang belum sepenuhnya dimantapkan.
d.      Di pihak lain, yang sering kali berkaitan dengan konsep ilmu (pengetahuan ilmiah) adalah ide bahwa metode-metode yang berhasil dan hasil-hasil yang terbukti pada dasarnya harus terbuka kepada semua pencari ilmu. Kendati demikian, rupanya baik untuk tidak memasukkan persyaratan ini dalam definisi ilmu, karena objektivitas ilmu dan kesamaan hakiki daya persyaratan ilmu pada umumnya terjamin.
e.       Ciri hakiki lainnya dari ilmu adalah metodologi, sebab kaitan logis yang dicari ilmu tidak dicapai dengan penggabungan tidak teratur dan tidak terarah dari banyak pengamatan dan ide yang tepisah-pisah. Sebaliknya, ilmu menuntut pengamtan dan berpikir metodis tertata rapi. Alat bantu metodologis yang penting adalah terminologi ilmiah. Yang sebut belakangan ini mencoba konsep-konsep ilmu.
f.       Kesatuan setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya. Teori skolastik mengenai ilmu membuat pembedaan antara objek material dan objek formal. Yang terdahulu adalah objek konkrit yang disimak ilmu. Ilmu sedangkan yang belakangan adalah aspek khusus atau sudut pandang  terhadap objek material. Yang mencirikan setiap ilmu adalah objek formalnya. Sementara objek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain. Pembagian objek studi mengantar ke spesialisasi ilmu yang terus bertambah. Gerakan ini diiringi bahaya pandangan sempit atas bidang penelitian yang terbatas. Sementara penangkapan yang luas terhadap saling keterkaitan seluruh realitas lenyap dari pandangan. (bagus, 1966:307-308)

B.     Filsafat Pengetahuan dan Filsafat Ilmu
  1. Filsafat
Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu: philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani: philosophia. yang terdiri atas dua kata: phllos (cinta) atau philia (persahabatan,  tertarik   kepada) dan  sophos ('hikmah,  kebijaksanaan.  Pengetahuan, ketrampilan, pengalaman praktis. intelegensi). Jadi, secara etimologis. filsafat berarti: cinta kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom). Orangnya disebut filosof.
Adapun  beberapa pengertian pokok tentang filsafat menurut kalangan filosof adalah:
a.       Upayah   spekulatif   untuk   menyajikan   suatu- pandangan   sistematik   serta lengkap tentang seluruh realitas
b.       Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar secara nyata.
c.       Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan sumbernya, hakikatnya, keabsahannya. dan nilainya.
d.      Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
e.       Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu kita melihat apa yang kita katakan dan untuk mengatakan apa yang kita lihat.

Pengertian filsafat secara terminologis sangat beragam, baik   dalam ungkapan. maupun titik tekanannya.

  1. Filsafat, Pengetahuan, dan Ilmu
Filsafat dan ilmu memiliki hubungan saling melengkapi satu sama lainnya.
a.      Hubungan Filsafat dan Ilmu
Hederson, memberikan gambaran hubungan (diam hal ini antara  filsafat dan ilmu sebagai berikut: ilmu (Science) Filsafat
1)      Anak filsafat
2)      Analitis; memariksa semua gejala malalui unsur terkecilnya untuk memperoleh gambaran senyatanya menurut bagiannya.
3)      Menekankan fakta-fakta untuk melukiskan objeknya. netral dan mengabstrakkan faktor  keinginan dan penilaian manusia.
4)      Memulai sesuatu dengan memakai asumsi-asumsi. '
5)      Menggunakan metode eksperimen yang terkontrol sebagai cara kerja dan sifat terpenting; menguji sesuatu dengan menggunakan penginderaan.

1)      Induk ilmu.
2)      Sinopsis;  memandang dunia  dan alam semesta sebagai keseluruhan untuk menerangkannya, menafsirkannya. Dan memahaminya         secara keseluruhan.
3)      Bukan saja menekankan keadaan sebenarnya dari objek, melainkan juga bagaimana seharusnya objek itu. Manusia dan nilai faktor terpenting.
4)      Memeriksa dan meragukan segala asumsi-asumsi.
5)      Menggunakan semua penemuan ilmu pengetahuan; menguji sesuatu berdasarkan pengalaman dengan memakai pikiran.

b.      Perbedaan Antara Filsafat dan Ilmu
Ada beberapa perbedaan antara filsafat dan ilmu, yaitu:
1)      Ilmu berhubungan dengan lapangan yang terbatas, filsafat mencoba berhubungan dengan keseluruhan pengalaman, untuk memperoleh suatu pandangan yang lebih komprehensif tentang sesuatu.
2)      Ilmu menggunakan pendekatan analitis dan deskriptif. sedangkan filsafat sintesis atau sinoptis, berhubungan dengan sifat-sifat dan kualitas alam dan hidup secara keseluruhan.
3)      Ilmu menganalisis keseluruhan menjadi bagian-bagian, dari organisme menjadi organ-organ, filsafat mencoba membedakan sesuatu dalam bentuk sintesis yang menjelaskan dan mencari makna sesuatu secara keseluruhan.
4)      Ilmu menghilangkan faktor-faktor pribadi yang subjektif, sedangkan filsafat tertarik kepada personalitas, nilai-nilai, dan semua pengalaman.
5)      Ilmu tertarik kepada hakikat sesuatu sebagaimana adanya, sedangkan filsafat tidak hanya tertarik kepada bagian-bagian yang nyata, tetapi juga kepada kemungkinan-kemungkinan yang ideal dari suatu benda, dan nilai. Serta maknanya.
6)      Ilmu meneliti alam. mengontrol proses alam sedangkan tugas filsafat mengadakan kritik, menilai, dan mengkoordinasikan tujuan.
7)      Ilmu lebih menekankan pada deskripsi hukum-hukum fenomenal dan hubungan kausal. Filsafat tertarik pada hal-hal yang berhubungan dengan pertanyaan "mengapa dan "bagaimana".

c.       Titik Temu Filsafat dan ilmu
Disamping beberapa perbedaan di alas, ada beberapa titik pertemuan antara filsafat dan ilmu. yaitu:
Banyak ahli filsafat yang termashur, telah memberikan sumbangannya dalam pengembangan ilmu pengetahuan, misalnya Leibniz menemukan "diferensiasi kalkulus". White Head dan Bertrand Russei dengan teori matematikanya  yang terkenal.
1)      Filsafat dan ilmu pengetahuan keduanya menggunakan metode-metode: reflective thinking di dalam menghadapi fakta-fakta dunia dan hidup ini.
2)      Filsafat dan ilmu keduanya menunjukkan sikap kritis dan terbuka, serta memberikan perhatian yang tidak berat sebelah terhadap kebenaran.
3)      Keduanya tertarik terhadap pengetahuan yang terorganisasi dan tersusun secara sistematis.
4)      Ilmu memberi filsafat sejumlah bahan-bahan deskriptif dan faktual serta esensial bagi pemikiran filsafat.
5)      Ilmu mengoreksi filsafat dengan jalan menghilangkan sejumlah ide yang bertentangan dengan-pengetahuan yang ilmiah.
6)      Filsafat merangkum pengetahuan yang terpotong-potong, yang menjadikan bermacam-macam ilmu dan berbeda-beda, dan menyusun bahan-bahan tersebut ke dalam suatu pandangan tentang hidup dan dunia yang lebih menyeluruh dan terpadu.

d.      Hubungan Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan dapatlah dirumuskan sebagai berikut:
1)      Filsafat mempunyai lebih luas, sifatnya universal (universal science), sedangkan: ilmu-ilmu pengetahuan objeknya terbatas, khusus lapangannya saja.
2)      Filsafat hendak memberikan pengetahuan, insight / pemahaman yang lebih mendalam dengan menunjukkan sebab-sebab yang terakhir sedangkan ilmu pengetahuan juga menunjukkan sebab-sebab, tetapi yang tak begitu mendengar. Dengan satu perkataan dapat dikatakan: ilmu pengetahuan mengatakan: "bagaimana" barang-barang itu (to know "how" technical know ho managerial know how secondary causes and proximate explanation), sedangkan filsafat mengatakan "apa" barang-barang itu, (to know 'what" and "why" first causes, highest principles and ultimate explanation).
3)      Filsafat memberikan sintesis kepada ilmu-ilmu pengetahuan yang khusus mempersatukan dan mengoordinasikannya.
4)      Lapangan filsafat mungkin sama dengan lapangan ilmu pengetahuan, tetapi sudut pandangannya berlainan, jadi merupakan dua ilmu pengetahuan  yang tersendiri.
Keduanya penting dan perlu serta kedua-duanya saling melengkapi. Tetapi harus pula saling menghormati dan mengakui batas-batas dan sifat-sifatnya masing-masing. Ini sering dilupakan, lalu menimbul.kan bermacam-macam kesukaran dan persoalan yang sebetulnya dapat dihindarkan asal saja orang insaf akan perbedaan antara kedua ilmu pengetahuan itu. Misalnya, seorang dokter mengatakan: "waktu saya mengoperasi seorang pasien belum pernah saya melihat jiwanya. Jadi, manusia itu tak mempunyai  jiwa". Dari pernyataan itu, Si Dokter tersebut menginjak lapangan lain, meloncat dari sendiri ke dalam lapangan filsafat, sehingga kesimpulannya itu tidak benar lagi Jadi, orang menginjak lapangan lain atau kavling ilmu pengetahuan lain itu harus disadari juga! Usahakanlah jangan menjadi tuan tanah yang serakah.

  1. Filsafat pengetahuan dan Filsafat Ilmu Pengetahuan
Gejala-gejala yang telah diuraikan di atas merupakan objek  material   filsafat pengetahuan   dan   filsafat   ilmu  pengetahuan.   Sesuai   dengan   apa yang telah dinyatakan di depan. cirri khas filsafat ialah mencari sebab-musabab pertama.  Dapat dikatakan juga. Filsafat mencari sebab-musabab paling akhir atau pun paling dalam. Rumus-rumus seperti itu mengungkapkan bahwa urusan filsafat. dalam arti tertentu, terjadi jauh-jauh dari kehidupan sehari-hari, tetapi sekaligus amat dekat, yaitu dalam. inti gejala-gejala yang kita alami dan kita selidiki. Filsafat pengetahuan maupun filsafat ilmu  pengetahuan merupakan  suatu episteme  paling  utama     sesuai  dengan   paham Aristoteles.
Filsafat pengetahuan memeriksa sebab musabab itu dengan bertitik tolak pada gejala pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari, filsafat ini menggali paham tentang "Kebenaran". 'Kepastian'". dan "Tahap-tahapnya", ''objectivitas". "abstraksi", "intiuisi". dan juga pertanyaan mengenai "dari mana asalnya dan ke manakah arah pengetahuan."
Filsafat ilmu pengetahuan tentu saja juga memberikan semua itu, namun karena sudah meneliti sebab musabab pertama tadi, filsafat ilmu pengetahuan dalam hal ini tidak dapat menambah sesuatu yang baru lagi. Akan tetapi, karena semua pokok- itu perlu disoroti dalam rangka filsafat ilmu pengetahuan, maka lebih dulu secara rinci akan kita lihat kekhususan  ilmu pengetahuan kalau dibandingkan dengan gejala pengetahuan secara umum.  Padahal perbedaan itu terletak pada si fat teratur dan sistematis yang nampak  pada   ilmu  pengetahuan agar  hasilnya dapat dipertanggungjawabkan  secara teoritis dan reflektif. Dengan cara lain, cara kerja atau metode ilmu pengetahuan sehari-hari yang menjadi ciri ilmu kalau dibandingkan dengan pengetahuan sehari-hari (Verhaak:. 1989:12-13).

C.    Perkembangan Ilmu
Permulaan ilmu dapat ditelusuri sejak permulaan manusia purba telah menemukan beberapa hubungan yang bersifat emprises yang memungkinkan untuk mengerti keadaan dunia.
Perkembangan pengetahuan manusia diawali malalui proses: (1) kemampuan mengamati, (2) kemampuan membeda-bedakan. (3) kemampuan memilih dan (4) kemampuan melakukan percobaan berdasarkan prinsip trial and error.
Berlangsungnya proses mental dengan cara belajar yang telah disebutkan di atas. maka kemampuan penalaran manusia mulai meningkat, diiringi dengan berkembangnya ciri kreatif yang menjadi salah satu karakteristik manusia, yang secara cepat dinamai makhluk yang berpikir (homo sapiens).
Usaha paling awal dalam bidang keilmuan yang tercatat dalam lembaran sejarah, dilakukan oleh bangsa Mesir, yaitu banjir yang melanda sungai Nil yang terjadi uap tahun menyebabkan berkembangnya sistem almanak, geometri, dengan kegiatan survey. Keberhasilan  tersebut diikuti oleh bangsa Babylonia dan Hindu yang memberikan sumbangan-sumbangan yang berharga. Setelah itu muncul pula bangsa Yunani yang  menitikberatkan pada pengorganisasian ilmu yang bukan saja menyumbang perkembangan ilmu astronomi, kedokteran, dan sistem klasifikasi Aritosteles, melainkan juga silogisme yang menjadi dasar penjabaran pengalaman-pengalaman manusia scare dedukatif.
Rangkaian penemuan manusia, disebabkan oleh adanya akal serta pikiran yang menjadikan proses Pembudayaan alam semakin meluas. sehingga menyebabkan. Perubahan alam di bumi sepanjang sejarah hidup manusia mencapai berbagai bentuk ciptaan dan kreativitas manusia yang menjelmakan berbagai tata cara hidup yang muncul. Berkembang dan berubah sesuai dengan ruang dan waktu tertentu.
Perkembangan ilmu disebabkan oleh adanya kecenderungan di kalangan para ilmuwan yaitu terangsangnya imajinasi mereka, bila rekannya menemukan hal baru. Untuk mendapatkan penemuan barn lainnya disamping menyelidiki kemungkinan adanya manfaat lain dan penemuan asal.
Pernyataan tersebut di atas sejalan dengan pernyataan "para ilmuwan tidak akar. puas bila belum menyelidiki akar fenomena yang tampak. Mereka akan terus-menerus mencari akhir dan masalah yang sedang digeluti sampai akhir hayatnya. Mereka juga tidak akan cepat puas atau membatasi diri pada ketentuan-ketentuan atau penjelasan-penjelasan yang sudah baku yang dianggap merupakan jawaban akhir dan yang meresahkan mereka". (Semiawan).
Berkenaan dengan itu, para ilmuwan tidak akan ragu untuk mempertanyakan, keabsahan dan kebenaran pendapat orang-orang yang dihormati atau pendapatnya menjadi panutan saat itu walaupun keselamatan jiwa mereka atau ketentraman hidup menjadi taruhannya.
Berdasarkan uraian di atas, akan diuraikan perkembangan ilmu, sebagai berikut:

1.      Metode Deduktif
Aristoteles merupakan pelopor utama logika deduktif dalam bukunya yang berjudul “logika”. Aristoteles mengemukakan analisa bahasa yang didasarkan atas silogisme. Kalimat pertama mengemukakah hal yang umum disebut premis mayor, kalimat kedua mengemukakan hal yang khusus disebut premis minor. Berdasarkan kedua premsi ditarik kesimpulan.
Contoh:
Premis mayor  : semaua yang hidup dan berpikir adalah manusia
Premis minor   : Amir hidup dan berpikir
Kesimpulan     : Amir adalah manusia

Pendekatan silogisme adalah satu-satunya metode yang efektif tentang cara berpikir secara sistematis pada zaman Yunani dan Romawi sampai pada masa Galileo dan Renaisance. Berpikir secara silogisme pada abad pertengahan mencapai puncaknya dihubungkan dengan pengamatan dan pengalaman alam nyata. Aristotels pun melakukan kesalahan yang sama, wanita mempunyai gigi yang lebih sedikit dari pada laki-laki (Suriyasumantri, 1995:88)
Pendapat ini merupakan pendapat yang keliru, meskipun Aristoteles pernah kawin dua kali, tidak pernah terlintas dalam pikirannya untuk menguji pendapatnya dengan mengatasi mulut isterinya.    
Sampan Renaisance ajaran   Aristoteles   tersebut   dianggap   benar,   relevan,  memuaskan dan sekaligus cocok untuk semua  tujuan, dengan demikian maka ilmu terjatuh kembali ke lembah baru yang penuh kemandulan.

2.    Metode Induktif
Francis Bacon sebagai tokoh utama pemikir induktif. Sumbangan Bacon terhadap kemajuan ilmu adalah penting, yakni sebagai perintis yang menembus kubu pemikiran deduktif yang penggunaannya scare berlebihan yang menyebabkan dunia keilmuan mengalami kemacetan. Bacon adalah pelopor pada saat orang-orang seperti Galileo. Lavoiser, dan Darwin menolak logika dan pendapat ahli yang berwenang sebagai sumber kebenaran dan berpaling ke alam nyata untuk menemukan pemecahan masalah keilmuan, logika, pengalaman, dan kewenangan para ahli kesemuanya itu dipergunakan sebagai dugaan (hipotesis) dan bukan sebagai bukti atas kebenaran, karena berpegang kepada bukti-bukti empiris sebagai bukti untuk menguji kebenaran.
Bacon ternyata keliru dalam anggapan dasarnya bahwa suatu hipotesis" mempunyai tendensi untuk berwasangka yang membelokkan pengambilan kesimpulan dari keadaan yang sebenarnya dan menyebabkan pengamatan menjadi tidak objektif. Hal ini tidak usah demikian bila seorang bermaksud untuk mengadakan penyelidikan. yakni untuk menguji benar tidaknya suatu pendapat sementara, dan bukan untuk membuktikan suatu pendapat yang sudah ada. Kenyataan sekarang adalah, bahwa seseorang yang akan menulis tesis diharuskan untuk menyatakan secara tepat hipotesis-hipotesis yang akan diuji. Suatu penelitian yang tidak diarahkan kepada suatu hipotesis kemungkinan sekali akan berakhir dengan  kebingungan dan bukan  dengan  kejelasan atau  kesimpulan yang bersifat umum.

3.    Metoda Deduktif-lnduktif Modern
Charles Darwin diakui sebagai pelopor yang menggabungkan metode deduksi Aristoteles dan metode induksi Bacon. Metode gabungan ini merupakan kegiatan berating antara induksi dan deduksi. Mula-mula seorang penyelidik mempergunakan metode induksi dalam menghubungkan antara pengamatan dengan hipotesis. kemudian secara deduktif hipotesis ini dihubungkan dengan pengetahuan yang ada untuk melihat kecocokan dan implikasinya. Seolah melalui berbagai perubahan yang dirasa perlu. Maka  hipotesis ini kemudian diuji melalui serangkaian data yang dikumpulkan untuk mengetahui benar atau tidaknya hipotesis tersebut searah empiris.
Pendekatan ini esensi dengan metode keilmuan modern dan menandai kemajuan terakhir dan manusia dalam menjabarkan ilmu yang bersifat empris. Meskipun pada dasarnya proses metode keilmuan ini merupakan kegiatan beranting antara induksi dan deduksi, namun secara sederhana biasanya seseorang secara induktif langsung menggambarkan hipotesis dan pengalaman dan hipotesis ini kemudian dikaji lebih lanjut secara terperinci untuk mengetahui aspek-aspeknya yang dapat diuji. Seorang ilmuwan modern tidak semata-mata menggantungkan diri pada metode induksi. Namun juga mempergunakan secara deduktif pengetahuan yang telah ad i dalam mengkaji hipotesis. Fakta dan teori dipergunakan sebagai alat yang memperkuat satu dengan yang lain untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dari masalah yang dihadapinya.

4.    Animisme
Tugas manusia pada dasarnya adalah mengerti segenap gejala yang ditemuinya dalam kehidupan untuk mampu menghadapi masalah. Manusia primitif ketika mendengar petir dan melihat kilat yang menyambar diikuti dengan hujan deras serta banjir. mereka merenungi penuh keinginan.
Antropologi    dan    sejarah    menjelaskan    bahwa,    manusia    pertama    sekali  menerangkan   gejala-gejala  seperti   itu   sebagai   perbuatan   dewa,   hantu,   Setan, dan berbagai makhluk halus. Mitologi kuno penuh dengan bermacam dewa dan dewi yang memainkan   peranan   penting   dalam   kehidupan   manusia   primitif.   Bangsa   Indian . menghubungkan sakit. kelaparan, dan berbagai bencana dengan makhluk-makhluk halus yang sedang berang. Bahkan sampai hari ini upacara-upacara pada suku yang primitif: dilakukan untuk menyenangkan hati makhluk tersebut dan meminta pertolongannya. Keadaan yang bersifat gaib belum sepenuhnya berlalu. Bukan hal yang aneh bagi orang modern untuk percaya pada hantu, iblis naik kuda, dan berbagai makhluk halus untuk menerangkan sesuatu kejadian yang belum mampu dijelaskan. Cerita rakyat bangsa Irlandia penuh dengan mitos-mitos, bahkan negara seperti Amerika Serikat kepercayaan gaib akan kucing hitam, Jumat ke-13, dan mengguna-guna lewat boneka sihir masih juga terdapat.

5.    Empiris
Lambat laun manusia menyadari bahwa, gejala alam dapat diterangkan sebab-musababnya. Langkah yang paling penting yang menandai permulaan ilmu sebagai suatu pendekatan sistematis dalam pemecahan masalah. Perkembangan ke arah ini berlangsung lambat.  Perkiraan yang kasar dan tidak sistematis secara iamb at laun memberi jalan kepala observasi yang lebih sistematis dan kritis, kemudian mengarah kepada pengujian hipotesis. Secara  sistematis dan teliti di bawah kondisi yang dikontrol, meskipun hipotesis-hipotesis ini masih terpisah-pisah, dan akhirnya minimal dalam beberapa bidang keilmuan pengembangan teori yang menyatukan penemuan-penemuan yang terpisah-pisah  itu  ke dalam  suatu  struktur yang  utuh,  dan kepada formulasi pengujian secara sistematis dan teliti dari hipotesis-hipotesis yang telah terintegrasi yang diturunkan dari teori tertentu. Proses ini dibagi dua tahap yang saling beraturan:
1)      Tingkat empiris, tingkat ini terdiri alas hubungan yang empiris yang ditemukan dalam berbagai gejala dalam bentuk-bentuk X menyebabkan Y tanpa mengetahui mengapa hal itu terjadi.
2)      tingkat penjelasan (teoritis), tingkat ini mengembangkan suatu struktur teoritis yang tidak saja menerangkan hubungan empiris yang terpisah-pisah. Namun, juga mengintegrasikannya menjadi suatu pola yang berarti.
Ilmu    empiris    meliputi    pengalaman,    klasifikasi,    kuantifikasi    penemuan hubungan-hubungan, dan perkiraan kebenaran.
1)      Pengalaman. Titik tolak ilmu pada tahap permulaan adalah pengalaman, apakah tabling yang pecah karena pengembangan air yang membeku. gerhana, atau keteraturan yang terlihat sehari-hari. Ilmu mulai dengan observasi, kemudian ditambahkan observasi-observasi lain b:>;k yang serupa maupun yang tidak, sampai suatu kesamaan atau perbedaan dapat dicapai. Akhirnya suatu sistem prinsip-prinsip dasar akan disusun yang akan menerangkan tentang terjadinya atau tidak terjadinya serangkaian pengamatan. Tujuan ilmu adalah mensistematikan pengetahuan tentang gejala yang dialami.
Pada tahap permulaan, ilmu harus berurusan dengan penambahan pengalaman. Betapapun terang dan jelasnya pengalaman. kalau tetap berpisah-pisah, cenderung tidak mempunyai arti ditinjau dari segi pendinian keilmuan.
2)      klasifikasi. Prosedur yang paling dasar untuk mengubah data terpisah menjadi dasar  yang fungsional adalah klasifikasi, suatu prosedur yang pokok bagi semua penelitian dan bagi semua kegiatan mental, karena hal ini merupakan era sederhana dan cermat dalam memahami sejumlah pesan data. Dengan mengetahui kelas di mana suatu gejala termasuk, makna hal ini akan. Memberikan dasar untuk memahami gejala tersebut. Dengan memasukkan hujan lebat yang akan turun ke dalam klasifikasi topan, misalnya, hal ini memberikan dasar untuk mengetahui secara terlebih dulu bagaimana kemungkinan akan terjadinya hujan tersebut. Karena  identifikasi sebuah objek atau gejala sebagai anggota dari suatu kelas dengan segera menghubungkan kepada sifat-sifat tertentu yang dipunyai kelas tersebut. Makin persis klasifikasi yang dibuat, makin jelas arti yang dibawahnya dan makin spesifik dasar yang membentuk klasifikasi.
Klasifikasi harus didasarkan pada tujuan tertentu. Seperti jeruk dan pisang. Apakah jeruk ini akan diklasifikasikan bersama pisang atau bersama bola kaki, tergantung kepada apakah akan dimakannya atau akan digelindingkannya di lantai. Sistem klasifikasi dapat dimulai dari yang paling sederhana sampai paling rumit
3)      Klasifikasi. Tahap yang pertama dalam perkembangan ilmu adalah pengumpulan dan penjelasan pengalaman, yang kemudian menyebabkan adanya keinginan untuk mengkuantifikasi observasi. Meskipun observasi kualitatif sudah cukup memuaskan dalam tahap-tahap permulaan ilmu, hanya kuantifikasi yang dapat memberikan ketelitian klasifikasi dalam ilmu. Makin maju suatu ilmu maka makin kurang pengumpulan pengalaman dan melangkah ke arah pengukuran yang memungkinkan dilakukan suatu analisis yang Lebih layak melalui manipulasi matematis.
4)      Penemuan Hubungan-hubungan. Melalui berbagai klasifikasi yang berbeda-beda sering terjadi adanya hubungan fungsional antara aspek-aspek komponennya. Mengklasifikasikan anak-anak berdasarkan jenis kelamin dan kekuatan jasmani. kemungkinan menyebabkan akan melihat hubungan bahwa anak laki-laki cenderung lebih kuat dibandingkan anak wanita. Hubungan fungsional antara berbagai gejala dapat juga diobservasi melalui urutan kejadian. Misalnya, hari yang panas cenderung diikuti petir dan hujan lebat. Pada tingkat yang lebih maju, ilmu empiris mengemukakan hukum alam dalam bentuk persamaan angka-angka yang menghubungkan aspek kuantitatif dari variabel yang satu dengan aspek kuantitatif variabel yang lain umpamanya keliling suatu lingkaran = 2nr,
5)      Perkiraan Kebenaran. ilmuwan pada umumnya menaruh perhatian terhadap hubungan yang lebih fundamental daripada hubungan yang tampak pada kulitnya. Suatu peristiwa yang rumit sering terjadi sehingga hubungan-hubungan yang mungkin terdapat tampaknya menjadi kabur. Oleh sebab itu, perlu menganalisis kejadian tersebut dengan memperhatikan unsur-unsur yang bersifat dasar dengan tujuan untuk menentukan secara lebih jelas hubungan-hubungan dari berbagai aspek.

Dua langkah fundamental dalam perkembangan ilmu: proses perkiraan kebenaran yang terus-menerus dan proses pendefenisian kembali masalah-masalah ditinjau dan keberhasilan atau kegagalan perkiraan. Contoh dalam pertanian tiap tahun ditemukan berbahagia varietas padi-padian yang lebih baik. Apakah pada akhirnya terhubungan dengan gejala alam, kebenaran akhir akan dicapai. Hal seperti ini merupakan sesuatu yang bisa diperdebatkan yang pada dasarnya sesuatu yang bersifat akademis yang mungkin tak ada gunya.
Konsep ilmu sebagai suatu rangkaian dan perkiraan kebenaran di mana kebenaran ini jarang sekali, bahkan mungkin takkan pernah tercapai, tidaklah memuaskan bagi mereka yang memandang ilmu itu sebagai sesuatu yang absolut dan tidak menghargai bahwa apa yang mampu dilakukan dalam ilmu hanyalah memberikan pengertian yang lebih dalam. Sesuatu yang menarik dalam hubungan ini adalah terdapatnya kecenderungan yang lazim seperti yang terjadi dalam bidang kedokteran dalam bentuk pemakaian shot gun approach. Dalam hal ini pasien diberikan obat yang berkasiat umum, umpamanya pensilin, yang mungkin akan menyembuhkan, tetapi karena hal ini tidak menolong untuk menemukan faktor penyembuh, maka hal ini tidak mendapatkan nilai keilmuan maksimal mungkin pendekatan yang dilakukan haruslah mempergunakan obat satu per satu, atau kemungkinan untuk mendapatkan kasus cukup, mencoba berbagai jenis obat dalam suatu kombinasi dalam suatu kerangka percobaan.   

6.    Ilmu Teoritis
Tingkat yang paling akhir dari ilmu adalah ilmu teoritis. Hubungan dan gejala yang   ditemukan   dalam   ilmu   empiris   diterangkan   dengan dasar   suatu   kerangka pemikiran tenang sebab-musabab sebagai langkah untuk meramaikan dan menentukan cara untuk mengontrol kegiatan agar hasil yang diharapkan dapat dicapai. Tahap yang maju ini kelihatannya akan Ibis mampu dicapai dalam ilmu-ilmu alam dibandingkan dengan ilmu-ilmu sosial.    Bertahun-tahun ahli kimia menyadari bahwa benda tertentu akan terbakar, mengucurkan panas, serta asap, dan meninggalkan abu. Pengetahuan tentang hal ini sudah  berguna. Namun. tidak menjelaskan apakah sebenarnya yang sedang   terjadi.    Kemudian.   ahli-ahli    kimia       mengajukan   berbagai    teori    untuk mendengarkan kejadian  tersebut, di antaranya terdapat suatu postulat yang diajukan tentang phlogiston yang dianggap terdapat dalam atmosfir yang kelihatannya penyebab benda menjadi terbakar. Teori ini kemudian ditolak dan berpihak pada teori oksidasi modern   yang   mampu   menghubungkan   proses   terbakarnya   kayu   dengan   proses pembusukan kayu. berkaratnya besi dan berbagai reaksi kimia lainnya.
Ilmu teoritis dapat memperpendek proses untuk sampai pada pemecahan masalah. Jika, seorang mengerti apa sebab terjadinya sesuatu, maka dapat mengalihkan pengetahuannya dalam pemecahan masalah lain yang serupa. Ilmu teoritis mempunyai kelebihan yang nyata dalam merangsang penelitian dan dalam memberikan hipotesis yang berharga. Nyatanya. puncak keunggulan keilmuan adalah dicapai oleh ilmu seperti fisika, karena teori telah berkembang cukup berdasarkan penemuan-penemuan empiris terdahulu. sebab dengan teori dapat meramaikan dan mengarahkan penemuan fakta-fakta empiris. Bom atom, umpamanya, pada awalnya tidak dibuat secara empiris lalu dilelangkan sebaliknya. Einstein dan rekan-rekan     sejawatnya     mula-mula mengembangkan-nya secara teoritis dan baru berpaling ke pengujian secara empiris.
Peralihan dari ilmu empiris ke ilmu teoritis merupakan suatu langkah yang sukar. Menemukan apa yang terjadi sebenarnya mudah, terapi tidak semuda kalau hams diterangkan mengapa sebenarnya hal itu terjadi. Hal semacam ini terjadi pula dalam ilmu-ilmu sosial yang belum mempunyai penjelasan secara keilmuan untuk sebagian besar masalab dan hal-hal yang paling elementer lenting apa yang terjadi bila seseorang anak sedang belajar. Di dalam ilmu-ilmu alam yang tetap maju tidak satu pun yang mempunyai kesamaan pendapat dalam keseluruhan aspek-aspeknya. Misalnya fisika menerangkan gejala cahaya dengan dua teori yakni teori gelombang dan teori partikel. Diam ilmu-ilmu sosial. psikologi telah mengembangkan sejumlah teori yang menerangkan sejumlah gejala psikologis, tetapi tak  seorang pun yang mampu untuk memberikan keterangan mengenai seluruh aspek kelakuan manusia.
Dapat dikatakan bahwa sampai saat ini ilmu-ilmu sosial terlalu menitikberatkan aspek empiris dan melalaikan aspek teoritis. Akhir-akhir ini barulah disadari bahwa empirisme merupakan aspek keilmuan yang belum lengkap dan memerlukan aspek keilmuan besar terhadap teori.
Dalam perkembangan ilmu, ilmu yang selalu diperbincangkan adalah matematika. astronomi. dan fisika. Ketiga ilmu inilah yang merintis ilmu-ilmu lainnya, bahkan selalu mempunyai kaitan yang erat dengan filsafat dan agama. Selain itu. rasionalitas ketiga ilmu tersebut dapat diikuti teori.
Pada awalnya perkembangan ilmu kimia berdasarkan empiri. Ilmu kimia berkembang berdasarkan percobaan-percobaan yang dikenal hasilnya ditafsirkan.
Salah seorang ilmuwan yang berjaya dalam pengembangan ilmu kimia adalah Antoine Laurent. la meletakkan dasar ilmu kimia sebagaimana yang dikenai sekarang. Berdasarkan penemuan ahli-ahli lainnya, lavoiser melaksanakan percobaan yang didasarkan atas berat timbangan buah-buahan sebelum dan sesudah percobaan. Dengan demikian. Ia memulai menggunakan pengukuran dalam kimia. Hal ini menunjukkan bahwa ia telah meninggalkan percobaan yang bersifat kualitatif dan berpindah ke bidang yang bersifat kuantitatif.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan paparan di atas, maka dapatlah disimpulkan, sebagai berikut:
  1. Pengetahuan dan ilmu merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Pengetahuan tidak lain dari hasil tahu. Pengetahuan itu berarti segala sesuatu yang diketahui. Pengetahuan mempunyai sistem. Ilmu adalah pengetahuan yang sistematis. Pengetahuan yang dengan sadar menuntut kebenaran, dan yang bermetode dan bersistem ini, disebut "ilmu";
  2. Ilmu secara umum dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang melekat pada manusia, dengan ilmu manusia dapat mengetahui sesuatu yang asalnya tidak ia ketahui. Ilmu adalah sebagian pengetahuan bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat diukur, dan diuji. Filsafat mengambil pengetahuan yang terpotong-potong dari berbagai ilmu kemudian mengaturnya dalam pandangan hidup yang lebih sempurna dan terpadu .Perbedaan antara ilmu dan filsafat dalam bagian yang benar adalah  perbedaan derajat dan penekanan. Ilmu lebih menekankan kebenaran yang bersifat logis dan objektif. Filsafat bersifat radikal dan subjektif. Ilmu bisa berjalan mengadakan penelitian, selama objeknya dapat diindera, di analisis, dan dieksperimen, maka berhentilah ilmu sampai di situ. Sedangkan filsafat justru mulai bekerja manakala ilmu sudah tidak dapat berbicara apa-apa tentang suatu objek. Sekalipun demikian, bukan berarti ilmu tidak penting bagi filsafat, justru filsafat pun bekerja dan bantuan ilmu.
  3. Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait baik secara substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Semua ilmu sudah dibicarakan dalam filsafat. Bahkan semua ilmu pengetahuan lahir dari filsafat.
  4. Pendekatan silogisme adalah satu-satunya metode yang efektif tentang cara berpikir deduktif
  5. Lahirnya metode induktif karena Bacon menganggap bahwa apabila hendak memahami alam seharusnya berkonsultasi dengan alam. Oleh karena itu, logika, pengalaman, dan kewenangan para ahli dipengaruhi sebagai hipotesis dan bukan sebagai bukti atas kebenaran.
  6. Metode induktif-deduktif merupakan kegiatan beranting yang dipergunakan oleh ilmuwan modern, karena kedua logika berpikir tersebut harus tercermin dalam argumentasi ilmiah yang secara sistematis terwujud dalam penulisan-penulisan ilmiah;
  7. Bukan suatu hal yang aneh bagi orang modern untuk percaya kepada makhluk-makhluk halus, karena keadaan yang bersifat gaib belum sepenuhnya berlalu dan belum mampu dijelaskan
  8. Ilmu-ilmu empiris memperoleh bahan-bahan dan kenyataan empiris yang dapat diamati dengan berbagai cara ilmu ini meliputi pengalaman, klasifikasi kuantifikasi, penemuan, hubungan, dan perkiraan kebenaran;
  9. Kelebihan ilmu teoritis secara mudah dapat dilihat dengan memperlihatkan keterbatasan ilmu empris. Ilmu teoritis dapat memperpendek proses untuk sampai pada masalah. Jika seseorang mengerti, maka dia mengalihkan pengetahuannya dalam pemecahan masalah lain yang serupa.     

0 comments :

© 2011-2014 TUGAS-TUGAS KAMPUS. Designed by Bloggertheme9. Powered by Blogger.