filsafat ilmu
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Pendahuluan
Sudah jadi pendapat umum bahwa filsafat adalah induk atau Ibu dari segala
macam jenis ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa ilmu
pengetahuan itu pada mulanya hanya ada satu yaitu filsafat. Akan tetapi, karena
filsafat yang mempersoalkan hal-hal yang umum abstrak, dan universal, maka
filsafat semakin tidak mampu menjawab persoalan-persoalan hidup yang semakin
konkrit, positif, praktis, dan pragmatis. Oleh karena itu, secara kuantitatif
muncullah berbagai jenis ilmu pengetahuan khusus menurut objek studinya
masing-masing seperti ilmu pengetahuan Humaniora. Ilmu pengetahuan Sosial, Ilmu
Pengetahuan Alam dan Ilmu Agama. Sedangkan secara kualitatif jenis-jenis ilmu
pengetahuan itu berkembang sifatnya mulai dari yang teoritis sampai pada yang
praktis teknologis.
Kenyataan tersebut adalah wajar, karena memang filsafat hanyalah
berkepentingan untuk menjawab pertanyaan apa.
Pertanyaan ini memerlukan jawaban
yang bersifat global, menyeluruh, dan abstrak universal pengetahuan
demikian sudah barang tertentu tidak akan mampu secara langsung menjawab
tuntutan hidup sehari-hari. Di mana tuntutan hidup sehari-hari itu adalah
berupa hal-hal atau barang-barang bersifat nyata, konkrit, dan khusus, seperti:
makanan , minuman, pakaian, perumahan, dan peralatan hidup lainnya. Untuk
memenuhi kebutuhan yang demikian itu, maka diperlukan adanya ilmu pengetahuan
praktis-teknis yang secara langsung dapat memproduksi bahan-bahan kebutuhan
tersebut.
Demikian konsep-konsep dan teori-teori yang bersifat umum universal perlahan-lahan
ditinggalkan, ilmu pengetahuan bergerak ke arah teknologi yang berurusan
langsung dengan pengadaan barang-barang produksi. Sebagai konsekuensinya.
Terjadilah pergeseran nilai-nilai yang terkandung di dalam perdagangan hidup
dari yang kualitatif menjadi kuantitatif material.
Fakta kegagalan manusia sebagai khalifatullah alam ini, yang dengan
teknologi justru menindas dunianya, diri sendiri, dan sesamanya. Hal inilah
yang menarik kembali perhatian filsafat sebagai Ibu ilmu pengetahuan dan
teknologi. Dengan posisi dan peranannya yang demikian itu, wajarlah jika
filsafat merasa khawatir terhadap kemungkinan terjadi malapetaka besar yang
menimpa kelestarian hidup manusia dan dunia sebagai tempat tinggalnya.
Untuk mendapatkan pemahaman tentang filsafat, maka dapat ditemukan
pokok-pokok pembahasan dalam makalah ini yaitu:
- Istilah pengetahuan dan ilmu
- Istilah filsafat pengetahuan dan filsafat ilmu
- Perkembangan ilmu
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Istilah Pengetahuan dan Ilmu
- Istilah pengetahuan
Pengetahuan, kata dasarnya tahu,
mendapat awalan dan akhiran pe-an,
lalu berarti menunjukkan adanya proses mengetahui.
Yang kemudian sesuatu yang disebut pengetahuan. Sebagai salah satu bidang
filsafat, masalah ini dipersoalkan secara khusus di dalam epistemologi, yang
berasal dari bahasa Yunani episteme
yang berarti pengetahuan.
Adapun pengetahuan itu adalah sesuatu yang ada secara niscaya pada diri
manusia. keberadaannya diawali dari kecenderungan psikis manusia sebagai
bawaaan kodrati, yaitu dorongan ingin tahu yang bersumber dari keinginan atau
kemauan. Sedangkan keinginan adalah suatu unsur kekuatan jiwa sebagai bagian
dari tripotensi kejiwaan, berupa akal pikiran, perasaan, dan keinginan.
Ketiganya berada dalam satu kesatuan dan secara terbuka bekerja saling
pengaruh-mempengaruhi menurut situasi dan keadaan. Artinya, dalam keadaan
tertentu yang berbeda-beda, pikiran atau perasaan atau keinginan bisa lebih
dominan. Dengan demikian, lahirlah pengetahuan
akal (logika), pengetahuan perasaan (estetika), dan pengetahuan keinginan (moral).
Dengan kata lain, pengetahuan yang benar haruslah dapat diterima oleh akal,
sekaligus dapat diterima oleh perasaan dan layak dapat diinginkan (Suhartono,
1977:22)
Orang yang tahu disebut mempunyai pengetahuan. Jadi, pengetahuan tidak
lain dari hasil tahu. Pengetahuan itu berarti segala sesuatu yang diketahui.
Pengetahuan itu dipergunakan dalam rumah tangga, dalam pertanian serta lainnya.
Pengetahuan mempunyai sistem. Ilmu adalah pengetahuan yang sistematis.
Pengetahuan yang dengan sadar menuntut kebenaran, dan yang bermetode dan bersisitem ini, disebut “ilmu”. Dan
definisi ini merupakan definisi ilmu secara khusus.
Pengetahuan yang kian hari bertambah ini, pada dasarnya bersumber kepada
empat macam sumber, yaitu:
a.
Pengetahuan yang langsung diperoleh
b.
Hasil dari suatu konklusi
c.
Pengetahuan yang diperoleh dari kesaksian dan otoritas
d.
Pengetahuan yang diperoleh melalui indera
Pengetahuan yang dipergunakan orang, terutama untuk hidupnya sehari-hari
tanpa mengetahui seluk-beluk yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya tidak
mengetahui sebabnya demikian dan apa sebabnya harus demikian, dinamai
pengetahuan biasa.
Pengetahuan langsung diperoleh dari dua sumber, sumber external (luar)
dan sumber internal (dalam). Contoh pengetahuan yang bersumber dari dalam,
umpanya kita dapat mengetahui keadaan diri kita sekarang, keadaan sedih,
gembira atau marah.
Pengetahuan konklusi adalah pengetahuan yang diperoleh melalui penarikan
kesimpulan dari data empirik atau indrawi, seperti: apabila kita tahu bahwa di
atas sebuah gunung (yang tampak di depan kita) ada kumpulan asap. Kita tahu
bahwa setiap ada asap pasti ada api sedang menyala.
Pengetahuan kesaksian dan otoritas adalah pengetahuan yang diperoleh
melalui kesaksian dari orang lain atau berita orang yang biasa dipercaya,
contoh, kita mengetahui adanya Tuhan melalui para Rasul dan kitab-kitab-Nya
Pengetahuan yang diperoleh melalui indera disebut dengan pengetahuan
inderawi. Setelah diadakan penyelidikan dan eksperimen, maka ilmu tersebut
sekarang menjadi ilmu pengetahuan (science). Apabila sesuatu hal sudah dapat
diketahui oleh indera, dieksperimen dan diteliti, maka di sana orang mulai
berfilsafat. Filsafat ini satu tahap lebih tinggi dari pengetahuan biasa. Oleh
karena itulah, para pilsuf sudah mulai memikirkan hakikat sesuatu, seperti
hakikat dari Tuhan, alam, dan manusia.
Cukup lama diterima bahwa pengetahuan harus merupakan representasi
(gambaran atau ungkapan) kenyataan dunia yang terlepas dari pengamat
(objektivisme). Pengetahuan dianggap sebagai kumpulan fakta. Namun, akhir-akhir
ini terlebih dalam bidang sains, diterima bahwa pengetahuan tidak lepas dari
subjek yang sedang belajar mengerti. Pengetahuan lebih diaggap sebagai suatu
proses pembentuk (konstruksi) yang terus-menerus, terus berkembang dan berubah.
Konsep-konsep yang dulu dianggap sudah tetap dan kuat, seperti hukum Newton
dalam ilmu Fisika, ternyata harus diubah karena tidak dapat memberikan
penjelasan yang memadai.
Banyak situasi yang memaksa atau membantu seseorang untuk mengadakan
perubahan dalam pengetahuannya. Perubahan ini mengembangkan pengetahuan
seseorang. Ada beberapa situasi atau konteks yang membantu perubahan, yaitu:
a. Konteks tindakan,
b. Konteks membuat masuk akal
c. Konteks penjelasan, dan
d. Konteks pembebanan.
Bila seseorang harus cepat bertindak atau memecahkan sesuatu secara
terencana. Ia akan terdorong untuk mengalisis situasi dan persoalan yang
dihadapi Dalam situasi seperti itu ia dapat bertindak secara efisien dan
membentuk pengetahuan atau konsep yang baru. Juga bila seseorang berhadapan
dengan suatu persoalan atau kejadian baru yang tidak disangka-sangka, ia
ditantang untuk mencari arti dan makna hal itu dengan menggunakan gagasan,
ide-ide, maupun konsep-konsep yang telah ia punyai. Bila konsepnya tidak cocok,
maka ia terpaksa harus mengubah konsepnya. Dengan demikian ia mengembangkan
ilmu yang baru.
Pertanyaan “apa yang kamu maksudkan dengan ini, bagaimana kamu dapat menjelaskan
hal ini?” memacu orang untuk mengkonstruksi sesuatu dan mengerti sesuatu. Juga
bila seseorang harus mempertahankan dan membenarkan gagasannya terhadap
kritikan orang lain, ia didorong untuk menciptakan konstruksi yang baru. Secara
ringkas dapat dikatakan bahwa situasi atau konteks yang memaksa seseorang untuk
menyadari “sesuatu” dapat membantu orang itu mengubah atau paling sedikit
mengembangkan pengetahuannya.
- Istilah Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan dari bahasa Arab : ‘alima,
ya’lamu, ilman, dengan wazan fa’ila yaf’alu, yang berarti:
mengerti, memahami benar-benar. Pengertian Ilmu
yang terdapat dalam kamus bahasa
Indonesia, adalah:
a. Pengetahuan tentang sesuatu
bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat
digunakan untuk disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yaitu
dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan)
itu:
b. Pengetahuan atau kepandaian
(tt soal duniawi, akhirat, lahir, batin, dan sebagainya). (KBBI, 2002: 423)
Secara umum ilmu itu berarti tahu. Ilmu itu adalah pengetahuan.
Sesungguhnya banyak ilmunya bisa dikatakan sebagai seorang ilmuwan, baik secara
substantial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan
filsafat, sebaliknya perkembangan memperkuat keberadaan filsafat.
Semua ilmu sudah dibicarakan dalam filsafat. Bahkan beberapa ilmu
pengetahuan lahir dari filsafat, berarti ilmu yang memisahkan diri dari
filsafat. Misalnya matematika, astronomi, fisika, kimia, biologi, dan
sosiologi.
Ilmu bersifat analitis, ilmu pengetahuan hanya menggarap salah satu
lapangan pengetahuan objek formalnya.
Ilmu bersifat deskriptif tentang objeknya agar dapat ditemukan fakta,
teknik-teknik, dan alat-alat.
Ilmu berhubungan dengan mempersoalkan fakta-fakta yang faktual, yang
diperoleh dengan eksperimen, observasi, dan verifikasi, hanya berhubungan
sebagai dari aspek kehidupan atau kejadian yang ada di dunia ini.
Adapun beberapa ciri utama ilmu menurut terminologi, antara lain adalah:
a. Ilmu adalah sebagian
pengetahuan bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat diukur, dan
dibuktikan. Berbeda dengan iman, yaitu pengetahuan yang didasarkan atas
keyakinan ke[ada yang gaib dan penghayatan serta pengalaman pribadi.
b. Berbeda dengan pengetahuan,
ilmu tidak pernah mengartikan kepingan pengetahuan satu keputusan tersendiri,
sebaliknya ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke objek (atau
alam objek) yang sama dan saling berkaitan secara logis. Oleh karena itu,
koherensi sistematik adalah hakikat ilmu. Prinsip-prinsip objek dan
hubungan-hubungannya yang tercermin dalam kaitan-kaitan logis yang dapat
dilihat dengan jelas. Bahwa prinsip-prinsip metafisis lamban, didasarkan pada
sifat khusus intelek kita yang tidak dapat dicirikan oleh visi rohani terhadap
realitas tetapi oleh berpikir.
c. Ilmu tidak memerlukan
kepastian lengkap berkenaan dengan masing-masing penalaran perorangan, sebab
ilmu dapat memuat di dalamnya dirinya sendiri hipotesis-hipotesis dan
teori-teori yang belum sepenuhnya dimantapkan.
d. Di pihak lain, yang sering
kali berkaitan dengan konsep ilmu (pengetahuan ilmiah) adalah ide bahwa
metode-metode yang berhasil dan hasil-hasil yang terbukti pada dasarnya harus
terbuka kepada semua pencari ilmu. Kendati demikian, rupanya baik untuk tidak memasukkan
persyaratan ini dalam definisi ilmu, karena objektivitas ilmu dan kesamaan
hakiki daya persyaratan ilmu pada umumnya terjamin.
e. Ciri hakiki lainnya dari
ilmu adalah metodologi, sebab kaitan logis yang dicari ilmu tidak dicapai
dengan penggabungan tidak teratur dan tidak terarah dari banyak pengamatan dan
ide yang tepisah-pisah. Sebaliknya, ilmu menuntut pengamtan dan berpikir
metodis tertata rapi. Alat bantu metodologis yang penting adalah terminologi ilmiah. Yang sebut
belakangan ini mencoba konsep-konsep ilmu.
f. Kesatuan setiap ilmu
bersumber di dalam kesatuan objeknya. Teori skolastik mengenai ilmu membuat
pembedaan antara objek material dan objek formal. Yang terdahulu adalah objek
konkrit yang disimak ilmu. Ilmu sedangkan yang belakangan adalah aspek khusus
atau sudut pandang terhadap objek
material. Yang mencirikan setiap ilmu adalah objek formalnya. Sementara objek
material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain. Pembagian objek studi
mengantar ke spesialisasi ilmu yang terus bertambah. Gerakan ini diiringi
bahaya pandangan sempit atas bidang penelitian yang terbatas. Sementara
penangkapan yang luas terhadap saling keterkaitan seluruh realitas lenyap dari
pandangan. (bagus, 1966:307-308)
B. Filsafat Pengetahuan dan Filsafat Ilmu
- Filsafat
Filsafat dalam
bahasa Inggris, yaitu: philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari
bahasa Yunani: philosophia. yang terdiri atas dua kata: phllos (cinta)
atau philia (persahabatan,
tertarik kepada) dan sophos ('hikmah, kebijaksanaan. Pengetahuan, ketrampilan,
pengalaman praktis. intelegensi). Jadi, secara etimologis. filsafat berarti: cinta
kebijaksanaan atau kebenaran (love of wisdom). Orangnya disebut filosof.
Adapun beberapa pengertian pokok tentang filsafat menurut
kalangan filosof adalah:
a.
Upayah
spekulatif untuk menyajikan
suatu- pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas
b.
Upaya untuk
melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar secara nyata.
c.
Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan
pengetahuan sumbernya, hakikatnya, keabsahannya.
dan nilainya.
d.
Penyelidikan
kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh
berbagai bidang pengetahuan.
e.
Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu kita melihat
apa yang kita katakan dan untuk mengatakan apa yang kita lihat.
Pengertian filsafat
secara terminologis sangat beragam, baik
dalam ungkapan. maupun titik tekanannya.
- Filsafat, Pengetahuan, dan Ilmu
Filsafat dan ilmu
memiliki hubungan saling melengkapi satu sama lainnya.
a. Hubungan Filsafat dan Ilmu
Hederson, memberikan gambaran hubungan (diam hal ini antara filsafat dan ilmu sebagai berikut: ilmu (Science)
Filsafat
1)
Anak filsafat
2)
Analitis; memariksa semua gejala malalui unsur terkecilnya
untuk memperoleh gambaran senyatanya menurut bagiannya.
3)
Menekankan fakta-fakta untuk melukiskan objeknya.
netral dan mengabstrakkan faktor
keinginan dan penilaian manusia.
4)
Memulai sesuatu dengan memakai asumsi-asumsi. '
5)
Menggunakan metode eksperimen yang terkontrol sebagai
cara kerja dan sifat terpenting; menguji sesuatu dengan menggunakan penginderaan.
|
1) Induk ilmu.
2)
Sinopsis;
memandang dunia dan alam
semesta sebagai keseluruhan untuk menerangkannya,
menafsirkannya. Dan memahaminya
secara keseluruhan.
3)
Bukan saja menekankan keadaan sebenarnya dari objek, melainkan
juga bagaimana seharusnya objek itu. Manusia dan nilai faktor terpenting.
4)
Memeriksa dan meragukan segala asumsi-asumsi.
5)
Menggunakan semua penemuan ilmu pengetahuan; menguji
sesuatu berdasarkan pengalaman dengan memakai pikiran.
|
b. Perbedaan Antara Filsafat dan Ilmu
Ada beberapa perbedaan antara filsafat dan ilmu, yaitu:
1)
Ilmu berhubungan dengan lapangan yang terbatas, filsafat
mencoba berhubungan dengan keseluruhan pengalaman, untuk memperoleh suatu
pandangan yang lebih komprehensif tentang sesuatu.
2)
Ilmu menggunakan pendekatan analitis dan deskriptif.
sedangkan filsafat sintesis atau sinoptis, berhubungan dengan sifat-sifat dan
kualitas alam dan hidup secara keseluruhan.
3)
Ilmu menganalisis keseluruhan menjadi bagian-bagian,
dari organisme menjadi organ-organ, filsafat mencoba membedakan sesuatu dalam bentuk
sintesis yang menjelaskan dan mencari makna sesuatu secara keseluruhan.
4)
Ilmu menghilangkan faktor-faktor pribadi yang subjektif,
sedangkan filsafat tertarik kepada personalitas, nilai-nilai, dan semua
pengalaman.
5)
Ilmu tertarik kepada hakikat sesuatu sebagaimana
adanya, sedangkan filsafat tidak hanya tertarik kepada bagian-bagian yang
nyata, tetapi juga kepada kemungkinan-kemungkinan yang ideal dari suatu benda,
dan nilai. Serta maknanya.
6)
Ilmu meneliti alam. mengontrol proses alam sedangkan
tugas filsafat mengadakan kritik, menilai, dan mengkoordinasikan tujuan.
7)
Ilmu lebih menekankan pada deskripsi hukum-hukum fenomenal
dan hubungan kausal. Filsafat tertarik pada hal-hal yang berhubungan dengan
pertanyaan "mengapa dan "bagaimana".
c. Titik Temu Filsafat dan ilmu
Disamping
beberapa perbedaan di alas, ada beberapa titik pertemuan antara filsafat dan
ilmu. yaitu:
Banyak ahli
filsafat yang termashur, telah memberikan sumbangannya dalam pengembangan ilmu
pengetahuan, misalnya Leibniz menemukan "diferensiasi kalkulus".
White Head dan Bertrand Russei dengan teori matematikanya yang terkenal.
1)
Filsafat dan ilmu pengetahuan keduanya menggunakan
metode-metode: reflective thinking di dalam menghadapi fakta-fakta dunia dan
hidup ini.
2)
Filsafat dan ilmu keduanya menunjukkan sikap kritis dan
terbuka, serta memberikan
perhatian yang tidak berat sebelah terhadap kebenaran.
3)
Keduanya tertarik terhadap pengetahuan yang
terorganisasi dan tersusun secara sistematis.
4)
Ilmu memberi filsafat sejumlah bahan-bahan deskriptif
dan faktual serta esensial bagi pemikiran filsafat.
5)
Ilmu mengoreksi filsafat dengan jalan menghilangkan
sejumlah ide yang bertentangan dengan-pengetahuan yang ilmiah.
6)
Filsafat merangkum pengetahuan yang terpotong-potong,
yang menjadikan bermacam-macam ilmu dan berbeda-beda, dan menyusun bahan-bahan tersebut ke dalam suatu pandangan tentang hidup dan dunia yang lebih
menyeluruh dan terpadu.
d. Hubungan Filsafat dan Ilmu
Pengetahuan
Hubungan filsafat
dengan ilmu pengetahuan dapatlah dirumuskan sebagai berikut:
1)
Filsafat mempunyai lebih luas, sifatnya universal
(universal science), sedangkan: ilmu-ilmu pengetahuan objeknya terbatas, khusus
lapangannya saja.
2)
Filsafat hendak memberikan pengetahuan, insight /
pemahaman yang lebih mendalam dengan menunjukkan sebab-sebab yang terakhir sedangkan
ilmu pengetahuan juga menunjukkan sebab-sebab, tetapi yang tak begitu mendengar.
Dengan satu perkataan dapat dikatakan: ilmu pengetahuan mengatakan: "bagaimana" barang-barang itu (to
know "how" technical know ho managerial know how secondary causes and
proximate explanation), sedangkan filsafat mengatakan "apa"
barang-barang itu, (to know 'what" and "why" first causes, highest
principles and ultimate explanation).
3)
Filsafat memberikan sintesis kepada ilmu-ilmu
pengetahuan yang khusus mempersatukan dan mengoordinasikannya.
4)
Lapangan filsafat mungkin sama dengan lapangan ilmu
pengetahuan, tetapi sudut pandangannya berlainan, jadi merupakan dua ilmu
pengetahuan yang tersendiri.
Keduanya penting
dan perlu serta kedua-duanya saling melengkapi. Tetapi harus pula saling
menghormati dan mengakui batas-batas dan sifat-sifatnya masing-masing. Ini
sering dilupakan, lalu menimbul.kan bermacam-macam kesukaran dan persoalan yang
sebetulnya dapat dihindarkan asal saja orang insaf akan perbedaan antara kedua ilmu
pengetahuan itu. Misalnya, seorang dokter mengatakan: "waktu saya mengoperasi
seorang pasien belum pernah saya melihat jiwanya. Jadi, manusia itu tak mempunyai jiwa". Dari pernyataan itu, Si Dokter tersebut
menginjak lapangan lain, meloncat dari sendiri ke dalam lapangan filsafat,
sehingga kesimpulannya itu tidak benar lagi Jadi, orang menginjak lapangan lain
atau kavling ilmu pengetahuan lain itu harus disadari juga! Usahakanlah jangan
menjadi tuan tanah yang serakah.
- Filsafat pengetahuan dan Filsafat Ilmu Pengetahuan
Gejala-gejala yang
telah diuraikan di atas merupakan objek
material filsafat pengetahuan dan
filsafat ilmu pengetahuan.
Sesuai dengan apa yang telah dinyatakan di depan. cirri khas filsafat ialah mencari sebab-musabab pertama. Dapat dikatakan juga. Filsafat mencari
sebab-musabab paling akhir atau pun paling dalam. Rumus-rumus seperti itu mengungkapkan
bahwa urusan filsafat. dalam arti tertentu, terjadi jauh-jauh dari kehidupan
sehari-hari, tetapi sekaligus amat dekat, yaitu dalam. inti gejala-gejala yang
kita alami dan kita selidiki. Filsafat pengetahuan maupun filsafat ilmu pengetahuan merupakan suatu episteme paling
utama sesuai dengan
paham Aristoteles.
Filsafat pengetahuan
memeriksa sebab musabab itu dengan bertitik tolak pada gejala pengetahuan dalam
kehidupan sehari-hari, filsafat ini menggali paham tentang "Kebenaran".
'Kepastian'". dan "Tahap-tahapnya", ''objectivitas". "abstraksi",
"intiuisi". dan juga pertanyaan mengenai "dari mana asalnya dan
ke manakah arah pengetahuan."
Filsafat ilmu pengetahuan
tentu saja juga memberikan semua itu, namun karena sudah meneliti sebab
musabab pertama tadi, filsafat ilmu pengetahuan dalam hal ini tidak dapat
menambah sesuatu yang baru lagi. Akan tetapi, karena semua pokok- itu perlu
disoroti dalam rangka filsafat ilmu pengetahuan, maka lebih dulu secara rinci
akan kita lihat kekhususan ilmu pengetahuan kalau dibandingkan dengan gejala
pengetahuan secara umum. Padahal perbedaan
itu terletak pada si fat teratur dan sistematis yang nampak pada ilmu pengetahuan
agar hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara teoritis
dan reflektif. Dengan cara lain, cara kerja atau metode ilmu pengetahuan
sehari-hari yang menjadi ciri ilmu kalau dibandingkan dengan pengetahuan sehari-hari
(Verhaak:. 1989:12-13).
C.
Perkembangan Ilmu
Permulaan ilmu dapat ditelusuri sejak permulaan manusia purba
telah menemukan beberapa hubungan yang bersifat emprises yang memungkinkan
untuk mengerti keadaan dunia.
Perkembangan pengetahuan manusia diawali malalui proses: (1) kemampuan
mengamati, (2) kemampuan membeda-bedakan. (3) kemampuan memilih dan (4) kemampuan
melakukan percobaan berdasarkan prinsip trial and error.
Berlangsungnya proses mental dengan cara belajar yang telah
disebutkan di atas. maka kemampuan penalaran manusia mulai meningkat, diiringi
dengan berkembangnya ciri kreatif yang menjadi salah
satu karakteristik manusia, yang secara cepat dinamai makhluk yang berpikir (homo
sapiens).
Usaha paling awal dalam bidang keilmuan yang tercatat dalam lembaran
sejarah, dilakukan oleh bangsa Mesir, yaitu banjir yang melanda sungai Nil yang
terjadi uap tahun menyebabkan berkembangnya sistem almanak, geometri, dengan kegiatan
survey. Keberhasilan tersebut diikuti
oleh bangsa Babylonia dan Hindu yang memberikan sumbangan-sumbangan yang
berharga. Setelah itu muncul pula bangsa Yunani yang menitikberatkan pada pengorganisasian ilmu yang bukan saja menyumbang
perkembangan ilmu astronomi, kedokteran, dan sistem klasifikasi Aritosteles, melainkan
juga silogisme yang menjadi dasar penjabaran pengalaman-pengalaman manusia scare
dedukatif.
Rangkaian penemuan manusia, disebabkan oleh adanya akal serta
pikiran yang menjadikan proses Pembudayaan alam semakin meluas. sehingga menyebabkan.
Perubahan alam di bumi sepanjang sejarah hidup manusia mencapai berbagai bentuk
ciptaan dan kreativitas manusia yang menjelmakan berbagai tata cara hidup yang
muncul. Berkembang dan berubah sesuai dengan ruang dan waktu tertentu.
Perkembangan ilmu disebabkan oleh adanya kecenderungan di kalangan
para ilmuwan yaitu terangsangnya imajinasi mereka, bila rekannya menemukan hal
baru. Untuk mendapatkan penemuan barn lainnya disamping menyelidiki kemungkinan
adanya manfaat lain dan penemuan asal.
Pernyataan tersebut di atas sejalan dengan pernyataan "para
ilmuwan tidak akar. puas bila belum menyelidiki akar fenomena yang tampak. Mereka
akan terus-menerus mencari akhir dan masalah yang sedang digeluti sampai akhir hayatnya.
Mereka juga tidak akan cepat puas atau membatasi diri pada ketentuan-ketentuan
atau penjelasan-penjelasan yang sudah baku yang dianggap merupakan jawaban akhir
dan yang meresahkan mereka". (Semiawan).
Berkenaan dengan itu, para ilmuwan tidak akan ragu untuk mempertanyakan,
keabsahan dan kebenaran pendapat orang-orang yang dihormati atau pendapatnya
menjadi panutan saat itu walaupun keselamatan jiwa mereka atau ketentraman
hidup menjadi taruhannya.
Berdasarkan
uraian di atas, akan diuraikan perkembangan ilmu, sebagai berikut:
1.
Metode Deduktif
Aristoteles merupakan pelopor
utama logika deduktif dalam bukunya yang berjudul “logika”. Aristoteles
mengemukakan analisa bahasa yang didasarkan atas silogisme. Kalimat pertama
mengemukakah hal yang umum disebut premis
mayor, kalimat kedua mengemukakan hal yang khusus disebut premis minor.
Berdasarkan kedua premsi ditarik kesimpulan.
Contoh:
Premis mayor :
semaua yang hidup dan berpikir adalah manusia
Premis minor :
Amir hidup dan berpikir
Kesimpulan :
Amir adalah manusia
Pendekatan silogisme adalah
satu-satunya metode yang efektif tentang cara berpikir secara sistematis pada
zaman Yunani dan Romawi sampai pada masa Galileo dan Renaisance. Berpikir
secara silogisme pada abad pertengahan mencapai puncaknya dihubungkan dengan
pengamatan dan pengalaman alam nyata. Aristotels pun melakukan kesalahan yang
sama, wanita mempunyai gigi yang lebih sedikit dari pada laki-laki
(Suriyasumantri, 1995:88)
Pendapat ini merupakan
pendapat yang keliru, meskipun Aristoteles pernah kawin dua kali, tidak pernah
terlintas dalam pikirannya untuk menguji pendapatnya dengan mengatasi mulut
isterinya.
Sampan Renaisance ajaran Aristoteles
tersebut dianggap benar,
relevan, memuaskan dan sekaligus
cocok untuk semua tujuan, dengan demikian
maka ilmu terjatuh kembali ke lembah baru yang penuh kemandulan.
2.
Metode Induktif
Francis Bacon sebagai tokoh utama pemikir
induktif. Sumbangan Bacon terhadap kemajuan ilmu adalah penting, yakni sebagai
perintis yang menembus kubu pemikiran deduktif yang penggunaannya scare berlebihan
yang menyebabkan dunia keilmuan mengalami kemacetan. Bacon adalah pelopor pada
saat orang-orang seperti Galileo. Lavoiser, dan Darwin menolak logika dan pendapat
ahli yang berwenang sebagai sumber kebenaran dan berpaling ke alam nyata untuk
menemukan pemecahan masalah keilmuan, logika, pengalaman, dan kewenangan para
ahli kesemuanya itu dipergunakan sebagai dugaan (hipotesis) dan bukan sebagai
bukti atas kebenaran, karena berpegang kepada bukti-bukti empiris sebagai bukti
untuk menguji kebenaran.
Bacon ternyata keliru dalam anggapan dasarnya
bahwa suatu hipotesis" mempunyai tendensi untuk berwasangka yang
membelokkan pengambilan kesimpulan dari keadaan yang
sebenarnya dan menyebabkan pengamatan menjadi tidak
objektif. Hal ini tidak usah demikian bila
seorang bermaksud untuk mengadakan penyelidikan. yakni untuk menguji benar
tidaknya suatu pendapat sementara, dan bukan untuk membuktikan suatu pendapat
yang sudah ada. Kenyataan sekarang adalah, bahwa seseorang yang akan menulis
tesis diharuskan untuk menyatakan secara tepat hipotesis-hipotesis yang akan
diuji. Suatu penelitian yang tidak diarahkan kepada suatu hipotesis kemungkinan
sekali akan berakhir dengan kebingungan dan bukan dengan
kejelasan atau kesimpulan yang bersifat
umum.
3.
Metoda Deduktif-lnduktif
Modern
Charles Darwin diakui sebagai pelopor yang
menggabungkan metode deduksi Aristoteles dan metode induksi Bacon. Metode
gabungan ini merupakan kegiatan berating antara induksi dan deduksi. Mula-mula
seorang penyelidik mempergunakan metode induksi dalam menghubungkan antara pengamatan
dengan hipotesis. kemudian secara deduktif hipotesis ini dihubungkan dengan
pengetahuan yang ada untuk melihat kecocokan dan implikasinya. Seolah melalui
berbagai perubahan yang dirasa perlu. Maka
hipotesis ini kemudian diuji melalui serangkaian data yang dikumpulkan
untuk mengetahui benar atau tidaknya hipotesis tersebut searah empiris.
Pendekatan ini esensi dengan metode keilmuan
modern dan menandai kemajuan terakhir dan manusia dalam menjabarkan ilmu yang bersifat
empris. Meskipun pada dasarnya proses metode keilmuan ini merupakan kegiatan beranting
antara induksi dan deduksi, namun secara sederhana biasanya seseorang secara
induktif langsung menggambarkan hipotesis dan pengalaman dan hipotesis ini
kemudian dikaji lebih lanjut secara
terperinci untuk mengetahui aspek-aspeknya yang dapat diuji. Seorang ilmuwan modern tidak semata-mata menggantungkan diri pada
metode induksi. Namun juga mempergunakan secara deduktif pengetahuan yang telah
ad i dalam mengkaji hipotesis. Fakta dan teori dipergunakan sebagai alat yang
memperkuat satu dengan yang lain untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas
dari masalah yang dihadapinya.
4.
Animisme
Tugas manusia pada dasarnya adalah mengerti
segenap gejala yang ditemuinya dalam kehidupan untuk mampu menghadapi masalah. Manusia
primitif ketika mendengar petir dan melihat kilat yang menyambar diikuti dengan
hujan deras serta banjir. mereka merenungi penuh keinginan.
Antropologi
dan sejarah menjelaskan bahwa,
manusia pertama sekali menerangkan
gejala-gejala seperti itu
sebagai perbuatan dewa,
hantu, Setan, dan berbagai
makhluk halus. Mitologi kuno penuh dengan bermacam dewa dan dewi yang memainkan peranan
penting dalam kehidupan
manusia primitif. Bangsa
Indian . menghubungkan sakit. kelaparan, dan berbagai bencana dengan
makhluk-makhluk halus yang sedang berang. Bahkan sampai hari ini
upacara-upacara pada suku yang primitif: dilakukan untuk menyenangkan hati
makhluk tersebut dan meminta pertolongannya. Keadaan yang bersifat gaib belum sepenuhnya
berlalu. Bukan hal yang aneh bagi orang modern untuk percaya pada hantu, iblis
naik kuda, dan berbagai makhluk halus untuk menerangkan sesuatu kejadian yang
belum mampu dijelaskan. Cerita rakyat bangsa Irlandia penuh dengan mitos-mitos,
bahkan negara seperti Amerika Serikat kepercayaan gaib akan kucing hitam, Jumat
ke-13, dan mengguna-guna lewat boneka sihir masih juga terdapat.
5.
Empiris
Lambat laun manusia menyadari bahwa, gejala alam
dapat diterangkan sebab-musababnya. Langkah yang paling penting yang menandai permulaan
ilmu sebagai suatu pendekatan sistematis dalam pemecahan masalah. Perkembangan
ke arah ini berlangsung lambat.
Perkiraan yang kasar dan tidak sistematis secara iamb at laun memberi
jalan kepala observasi yang lebih sistematis dan kritis, kemudian mengarah kepada
pengujian hipotesis. Secara sistematis
dan teliti di bawah kondisi yang dikontrol, meskipun hipotesis-hipotesis ini
masih terpisah-pisah, dan akhirnya minimal dalam beberapa bidang keilmuan
pengembangan teori yang menyatukan penemuan-penemuan yang terpisah-pisah itu ke
dalam suatu struktur yang
utuh, dan kepada formulasi
pengujian secara sistematis dan teliti dari hipotesis-hipotesis yang telah terintegrasi
yang diturunkan dari teori tertentu. Proses ini dibagi dua tahap yang saling beraturan:
1)
Tingkat
empiris, tingkat ini terdiri alas hubungan yang empiris yang ditemukan dalam
berbagai gejala dalam bentuk-bentuk X menyebabkan Y tanpa mengetahui
mengapa hal itu terjadi.
2)
tingkat penjelasan (teoritis), tingkat ini mengembangkan
suatu struktur teoritis yang tidak saja menerangkan hubungan empiris yang
terpisah-pisah. Namun, juga mengintegrasikannya menjadi suatu pola yang berarti.
Ilmu empiris meliputi
pengalaman, klasifikasi, kuantifikasi penemuan hubungan-hubungan, dan perkiraan kebenaran.
1)
Pengalaman.
Titik tolak ilmu pada tahap permulaan adalah pengalaman, apakah tabling yang
pecah karena pengembangan air yang membeku. gerhana, atau keteraturan yang
terlihat sehari-hari. Ilmu mulai dengan observasi, kemudian ditambahkan
observasi-observasi lain b:>;k yang serupa maupun yang tidak,
sampai suatu kesamaan atau perbedaan dapat dicapai. Akhirnya suatu sistem
prinsip-prinsip dasar akan disusun yang akan menerangkan tentang terjadinya atau
tidak terjadinya serangkaian pengamatan.
Tujuan ilmu adalah mensistematikan pengetahuan tentang gejala yang dialami.
Pada tahap permulaan, ilmu harus berurusan dengan penambahan pengalaman.
Betapapun terang dan jelasnya pengalaman. kalau tetap berpisah-pisah, cenderung
tidak mempunyai arti ditinjau dari segi pendinian keilmuan.
2)
klasifikasi.
Prosedur yang paling dasar untuk mengubah data terpisah menjadi dasar yang fungsional adalah klasifikasi, suatu prosedur
yang pokok bagi semua penelitian dan bagi semua kegiatan mental, karena hal ini
merupakan era sederhana dan cermat dalam memahami sejumlah pesan data. Dengan mengetahui
kelas di mana suatu gejala termasuk, makna hal ini akan. Memberikan dasar untuk
memahami gejala tersebut.
Dengan memasukkan hujan lebat yang akan turun ke dalam klasifikasi topan,
misalnya, hal ini memberikan dasar untuk mengetahui secara terlebih dulu
bagaimana kemungkinan akan terjadinya hujan tersebut.
Karena identifikasi sebuah objek atau
gejala sebagai anggota dari suatu kelas dengan segera menghubungkan kepada
sifat-sifat tertentu yang dipunyai kelas tersebut. Makin persis klasifikasi yang
dibuat, makin jelas arti yang dibawahnya dan makin spesifik dasar yang
membentuk klasifikasi.
Klasifikasi harus didasarkan pada tujuan tertentu. Seperti jeruk
dan pisang. Apakah jeruk ini akan diklasifikasikan bersama pisang atau bersama
bola kaki, tergantung kepada apakah akan dimakannya atau akan digelindingkannya
di lantai. Sistem klasifikasi
dapat dimulai dari yang paling sederhana sampai paling rumit
3)
Klasifikasi.
Tahap yang pertama dalam perkembangan ilmu adalah pengumpulan dan penjelasan pengalaman,
yang kemudian menyebabkan adanya keinginan untuk mengkuantifikasi observasi. Meskipun observasi kualitatif
sudah cukup memuaskan dalam tahap-tahap permulaan ilmu, hanya kuantifikasi yang
dapat memberikan ketelitian klasifikasi dalam ilmu. Makin maju suatu ilmu maka
makin kurang pengumpulan pengalaman dan melangkah ke arah pengukuran yang memungkinkan
dilakukan suatu analisis yang Lebih layak melalui manipulasi matematis.
4)
Penemuan Hubungan-hubungan.
Melalui berbagai klasifikasi yang berbeda-beda sering terjadi adanya hubungan fungsional
antara aspek-aspek komponennya. Mengklasifikasikan anak-anak berdasarkan jenis kelamin
dan kekuatan jasmani. kemungkinan menyebabkan akan melihat hubungan bahwa anak
laki-laki cenderung lebih kuat dibandingkan anak wanita. Hubungan fungsional antara
berbagai gejala dapat juga diobservasi melalui urutan kejadian. Misalnya, hari
yang panas cenderung diikuti petir dan hujan lebat. Pada tingkat yang lebih maju,
ilmu empiris mengemukakan hukum alam dalam bentuk persamaan angka-angka
yang menghubungkan aspek kuantitatif dari variabel yang satu dengan aspek
kuantitatif variabel yang lain umpamanya keliling suatu lingkaran = 2nr,
5)
Perkiraan
Kebenaran. ilmuwan pada umumnya menaruh perhatian terhadap hubungan yang lebih
fundamental daripada hubungan yang tampak pada kulitnya. Suatu peristiwa yang
rumit sering terjadi sehingga hubungan-hubungan yang mungkin terdapat tampaknya
menjadi kabur. Oleh sebab itu, perlu menganalisis kejadian tersebut dengan
memperhatikan unsur-unsur yang bersifat dasar dengan tujuan untuk menentukan
secara lebih jelas hubungan-hubungan dari berbagai aspek.
Dua langkah fundamental dalam perkembangan ilmu:
proses perkiraan kebenaran yang terus-menerus dan proses pendefenisian kembali
masalah-masalah ditinjau dan keberhasilan atau kegagalan perkiraan. Contoh
dalam pertanian tiap tahun ditemukan berbahagia varietas padi-padian yang lebih
baik. Apakah pada akhirnya terhubungan dengan gejala alam, kebenaran akhir akan
dicapai. Hal seperti ini merupakan sesuatu yang bisa diperdebatkan yang pada
dasarnya sesuatu yang bersifat akademis yang mungkin tak ada gunya.
Konsep ilmu sebagai suatu rangkaian dan
perkiraan kebenaran di mana kebenaran ini jarang sekali, bahkan mungkin takkan
pernah tercapai, tidaklah memuaskan bagi mereka yang memandang ilmu itu sebagai
sesuatu yang absolut dan tidak menghargai bahwa apa yang mampu dilakukan dalam
ilmu hanyalah memberikan pengertian yang lebih dalam. Sesuatu yang menarik
dalam hubungan ini adalah terdapatnya kecenderungan yang lazim seperti yang
terjadi dalam bidang kedokteran dalam bentuk pemakaian shot gun approach. Dalam hal ini pasien diberikan obat yang
berkasiat umum, umpamanya pensilin, yang mungkin akan menyembuhkan, tetapi
karena hal ini tidak menolong untuk menemukan faktor penyembuh, maka hal ini
tidak mendapatkan nilai keilmuan maksimal mungkin pendekatan yang dilakukan
haruslah mempergunakan obat satu per satu, atau kemungkinan untuk mendapatkan
kasus cukup, mencoba berbagai jenis obat dalam suatu kombinasi dalam suatu
kerangka percobaan.
6.
Ilmu
Teoritis
Tingkat yang paling akhir dari ilmu adalah ilmu teoritis.
Hubungan dan gejala yang ditemukan dalam
ilmu empiris diterangkan
dengan dasar suatu kerangka pemikiran tenang sebab-musabab sebagai
langkah untuk meramaikan dan menentukan cara untuk mengontrol kegiatan agar hasil
yang diharapkan dapat dicapai. Tahap yang maju ini kelihatannya akan Ibis mampu
dicapai dalam ilmu-ilmu alam dibandingkan dengan ilmu-ilmu sosial. Bertahun-tahun ahli kimia menyadari bahwa benda
tertentu akan terbakar, mengucurkan panas, serta asap, dan meninggalkan abu. Pengetahuan
tentang hal ini sudah berguna. Namun.
tidak menjelaskan apakah sebenarnya yang sedang terjadi.
Kemudian. ahli-ahli kimia
mengajukan berbagai
teori untuk mendengarkan kejadian tersebut, di antaranya terdapat suatu
postulat yang diajukan tentang phlogiston yang dianggap terdapat dalam atmosfir
yang kelihatannya penyebab benda menjadi terbakar. Teori ini kemudian ditolak
dan berpihak pada teori oksidasi modern
yang mampu menghubungkan proses
terbakarnya kayu dengan
proses pembusukan kayu. berkaratnya besi dan berbagai reaksi kimia
lainnya.
Ilmu teoritis dapat memperpendek proses untuk
sampai pada pemecahan masalah. Jika, seorang mengerti apa sebab terjadinya
sesuatu, maka dapat mengalihkan pengetahuannya dalam pemecahan masalah lain
yang serupa. Ilmu teoritis mempunyai kelebihan yang nyata dalam merangsang
penelitian dan dalam memberikan hipotesis yang berharga. Nyatanya. puncak keunggulan
keilmuan adalah dicapai oleh ilmu seperti fisika, karena teori telah berkembang
cukup berdasarkan penemuan-penemuan empiris terdahulu. sebab dengan teori dapat
meramaikan dan mengarahkan penemuan fakta-fakta empiris. Bom atom,
umpamanya, pada awalnya tidak dibuat secara empiris lalu
dilelangkan sebaliknya. Einstein dan rekan-rekan sejawatnya mula-mula mengembangkan-nya secara teoritis
dan baru berpaling ke pengujian secara empiris.
Peralihan dari ilmu empiris ke ilmu teoritis
merupakan suatu langkah yang sukar. Menemukan apa yang terjadi sebenarnya
mudah, terapi tidak semuda kalau hams diterangkan mengapa sebenarnya hal itu
terjadi. Hal semacam ini terjadi pula dalam ilmu-ilmu sosial yang belum mempunyai
penjelasan secara keilmuan untuk sebagian besar masalab dan hal-hal yang paling
elementer lenting apa yang terjadi bila seseorang anak sedang belajar. Di dalam
ilmu-ilmu alam yang tetap maju tidak satu pun yang mempunyai kesamaan pendapat
dalam keseluruhan aspek-aspeknya. Misalnya fisika menerangkan gejala cahaya dengan
dua teori yakni teori gelombang dan teori partikel. Diam ilmu-ilmu sosial.
psikologi telah mengembangkan sejumlah teori yang menerangkan sejumlah gejala
psikologis, tetapi tak seorang pun yang
mampu untuk memberikan keterangan mengenai seluruh aspek kelakuan manusia.
Dapat dikatakan bahwa sampai saat ini ilmu-ilmu sosial terlalu menitikberatkan
aspek empiris dan melalaikan aspek teoritis. Akhir-akhir ini barulah disadari bahwa
empirisme merupakan aspek keilmuan yang belum lengkap dan memerlukan aspek
keilmuan besar terhadap teori.
Dalam perkembangan ilmu, ilmu yang selalu
diperbincangkan adalah matematika. astronomi. dan fisika. Ketiga
ilmu inilah yang merintis ilmu-ilmu lainnya, bahkan selalu mempunyai kaitan yang
erat dengan filsafat dan agama. Selain itu. rasionalitas ketiga ilmu tersebut
dapat diikuti teori.
Pada awalnya perkembangan ilmu kimia berdasarkan
empiri. Ilmu kimia berkembang berdasarkan percobaan-percobaan yang dikenal hasilnya
ditafsirkan.
Salah seorang ilmuwan yang berjaya dalam
pengembangan ilmu kimia adalah Antoine Laurent. la meletakkan dasar ilmu kimia sebagaimana
yang dikenai sekarang. Berdasarkan penemuan ahli-ahli lainnya, lavoiser melaksanakan
percobaan yang didasarkan atas berat timbangan buah-buahan sebelum dan sesudah percobaan.
Dengan demikian. Ia memulai menggunakan pengukuran dalam kimia. Hal ini menunjukkan
bahwa ia telah meninggalkan percobaan yang bersifat kualitatif dan berpindah ke
bidang yang bersifat kuantitatif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan paparan di atas, maka dapatlah disimpulkan, sebagai
berikut:
- Pengetahuan dan ilmu merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Pengetahuan tidak lain dari hasil tahu. Pengetahuan itu berarti segala sesuatu yang diketahui. Pengetahuan mempunyai sistem. Ilmu adalah pengetahuan yang sistematis. Pengetahuan yang dengan sadar menuntut kebenaran, dan yang bermetode dan bersistem ini, disebut "ilmu";
- Ilmu secara umum dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang melekat pada manusia, dengan ilmu manusia dapat mengetahui sesuatu yang asalnya tidak ia ketahui. Ilmu adalah sebagian pengetahuan bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat diukur, dan diuji. Filsafat mengambil pengetahuan yang terpotong-potong dari berbagai ilmu kemudian mengaturnya dalam pandangan hidup yang lebih sempurna dan terpadu .Perbedaan antara ilmu dan filsafat dalam bagian yang benar adalah perbedaan derajat dan penekanan. Ilmu lebih menekankan kebenaran yang bersifat logis dan objektif. Filsafat bersifat radikal dan subjektif. Ilmu bisa berjalan mengadakan penelitian, selama objeknya dapat diindera, di analisis, dan dieksperimen, maka berhentilah ilmu sampai di situ. Sedangkan filsafat justru mulai bekerja manakala ilmu sudah tidak dapat berbicara apa-apa tentang suatu objek. Sekalipun demikian, bukan berarti ilmu tidak penting bagi filsafat, justru filsafat pun bekerja dan bantuan ilmu.
- Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait baik secara substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Semua ilmu sudah dibicarakan dalam filsafat. Bahkan semua ilmu pengetahuan lahir dari filsafat.
- Pendekatan silogisme adalah satu-satunya metode yang efektif tentang cara berpikir deduktif
- Lahirnya metode induktif karena Bacon menganggap bahwa apabila hendak memahami alam seharusnya berkonsultasi dengan alam. Oleh karena itu, logika, pengalaman, dan kewenangan para ahli dipengaruhi sebagai hipotesis dan bukan sebagai bukti atas kebenaran.
- Metode induktif-deduktif merupakan kegiatan beranting yang dipergunakan oleh ilmuwan modern, karena kedua logika berpikir tersebut harus tercermin dalam argumentasi ilmiah yang secara sistematis terwujud dalam penulisan-penulisan ilmiah;
- Bukan suatu hal yang aneh bagi orang modern untuk percaya kepada makhluk-makhluk halus, karena keadaan yang bersifat gaib belum sepenuhnya berlalu dan belum mampu dijelaskan
- Ilmu-ilmu empiris memperoleh bahan-bahan dan kenyataan empiris yang dapat diamati dengan berbagai cara ilmu ini meliputi pengalaman, klasifikasi kuantifikasi, penemuan, hubungan, dan perkiraan kebenaran;
- Kelebihan ilmu teoritis secara mudah dapat dilihat dengan memperlihatkan keterbatasan ilmu empris. Ilmu teoritis dapat memperpendek proses untuk sampai pada masalah. Jika seseorang mengerti, maka dia mengalihkan pengetahuannya dalam pemecahan masalah lain yang serupa.
0 comments :